Jakarta – Resesi ekonomi masih menghantui negara-negara di dunia. Misalnya saja Jerman yang tengah menghadapi serangkaian ujian berat. Inflasi tinggi menyeret Jerman ke dalam resesi pada kuartal I 2023. Ditambah dengan Singapura yang terancam masuk ke jurang resesi. Artinya, hal ini menunjukan bahwa resesi global masih akan berlangsung.
Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah mengatakan, resesi ekonomi yang menimpa Jerman dan Singapura tidak akan merembet ke Indonesia. Meskipun, Indonesia memiliki hubungan perdagangan dengan keduanya.
“Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih bergantung kepada permintaan domestik bukan ke ekspor atau perdagangan luar negeri,” kata Piter, dikutip, Rabu 19 Mei 2023.
Ia menilai, dampak resesi yang terjadi di negara-negara maju tersebut tentu akan berdampak ke perekonomian Indonesia tetapi tidak terlalu signifikan. Di mana, permintaan terhadap produk-produk Indonesia di Jerman dan Singapura berpotensi menurun.
Baca juga: Ada Tiga Faktor yang Mampu Menunda Resesi Global, Apa Saja?
“Ekspor indonesia akan melemah. Tetapi, kontribusi ekspor terhadap ekonomi indonesia tidak besar hanya di kisaran 10-15%. Jadi, kalaupun turun dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan tidak akan besar,” jelasnya.
Seperti diketahui, perekonomian Singapura melemah lantaran performa sektor manufaktur anjlok 5,6% (year-on-year/yoy), seiring dengan permintaan produk manufaktur Singapura yang turun pada kuartal I-2023.
Sementara performa ekonomi Jerman yang turun 0,5% yoy pada kuartal I-2023 merupakan konsekuensi daya beli konsumsi domestik yang turun akibat lonjakan inflasi yang terjadi di negara tersebut.
Di sisi lain, sejumlah ekonom juga menyebutkan kelompok negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) diyakini tidak akan tergelincir ke jurang resesi. Pertumbuhan di ASEAN akan moderat, londisi ini karena adanya dorongan pasca pembukaan pembatasan aturan COVID-19.
Menurut Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao, efek resesi di beberapa negara di kawasan ASEAN hanya menyebabkan perlambatan di sejumlah sektor seperti manufaktur dan ekspor lantaran kehilangan momentum meski output jasa masih berjalan dengan baik.
“Namun di tahun ini, terjadi peningkatan ekonomi dari pembukaan kembali ekonomi China yang tidak sama seperti yang diasumsikan sebelumnya,” katanya.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Diakuinya, pertumbuhan ekonomi yang melambat di negara-negara ekonomi utama akan membatasi keuntungan di berbagai kelompok negara komoditas, sehingga membenani kinerja perdagangan Indonesia.
Baca juga: Singapura Terancam Resesi, Ekonom Ungkap Biang Keroknya
“Namun, kami tidak memperkirakan Indonesia akan mengalami resesi karena permintaan domestik yang cukup tinggi sehingga menjadi penyeimbang perlambatan sektor perdagangan,” terangnya.
Meski demikian, pertumbuhan Indonesia secara tahunan berjalan normal di kisaran 5% dibanding periode tahun sebelumnya sebesar 5,3%. Selain itu, memperhitungkan tren pra-pemilu yang akan terlihat di paruh kedua lebih lambat dari tahun 2023.
Senada, Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, dampak resesi global hanya akan memberikan pengaruh minor kepada ekonomi di Tanah Air. Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh aktivitas domestik yang menguat selepas pencabutan pembatasan mobilitas (PPKM) oleh pemerintah sejak akhir tahun 2022.
“Ekspor Indonesia memang mengalami perlambatan laju ekspor saat ini, akan tetapi itu ter-cover oleh daya beli domestik yang masih solid,” terangnya.
Apalagi kata dia, pada periode 2023, ekonomi Indonesia akan tetap menggeliat seiring kegiatan kampanye Pemilu 2024 berlangsung. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra