Jakarta — Bank Indonesia (BI) berharap kebijakan relaksasi aturan Loan to Value (LTV) dan Finance to Value (FTV) untuk pembiayaan kepemilikan properti, baik rumah tapak, rumah tinggal maupun rumah kantor (rukan) dan rumah toko (ruko) dapat menggairahkan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada tahun ini.
Hal tersebut disampaikan Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Retno Ponco Windarti pada saat acara seminar Infobank bersama dengan Indonesia Mortgage Bankers Association (IMBA) dengan tema “Pembiayaan Mortgage Jenuh? – Prospek Pasar Milenial, Sektor Informal dan Kolaborasi dengan Fintech”. Menurut Retno, KPR masih akan mampu tumbuh double digit hingga akhir tahun.
“Memang penyaluran kredit agak turun, begitu juga KPR melambat dari tahun sebelumnya tapi levelnya tetap di atas dan paling besar dari indusri. Misal kredit secara industri tumbuh 12 Persen, untuk KPR bisa di atas itu,” kata Retno di ShangriLa Hotel Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2019.
Dia menambahkan, segmen KPR hingga akhir tahun masih akan menjadi segmen terbesar penyaluran kredit. Sebab, segmen KPR dapat mendorong penyaluran kredit pada segmen lainnya seperti konsumsi dan infrastruktur.
“KPR ini properti leading, kenapa BI concern. Karena begitu KPR bergerak, segmen lain juga bergerak, ada properti, bahan bangunan bergerak, infrastruktur bergerak, konsumsi bergerak,” tambah Retno.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan Uang Beredar periode Agustus 2019 BI menjelaskan, Kredit Konsumsi (KK) pada Agustus 2019 tercatat masih melambat, dari 7,3% (yoy) menjadi 7,0% (yoy), terutama disebabkan oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), serta kredit multiguna.
Untuk segmen KPR sendiri pada Agustus 2019 masih tumbuh sebesar 11,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan 12,3% (yoy) pada bulan sebelumnya‚ terutama karena perlambatan KPR tipe 22-70 di wilayah Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. (*)
Editor: Paulus Yoga