Jakarta — Otoritas diminta untuk mengganjar PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dengan penghentian sementara (suspend) perdagangan efek emiten pelat merah itu.
Hal tersebut sebagai tindak lanjut permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah mewajibkan GIAA menyajikan ulang laporan keuangan tahun 2018 paling lambat 14 hari setelah sanksi dijatuhkan.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK , Fakhri Hilmi mengatakan, bahwa setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya, OJK memutuskan untuk memberikan sejumlah sanksi.
Keadaan ini dinilai pelaku pasar modal sebagai ketidakpastian kondisi sebenarnya pada emiten pelat merah penerbangan itu. Demikian disampaikan Ketua Alumni Doktor Hukum UPH (Universitas Pelita Harapan), Tito Sulistio di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
“Sekarang terjadi ketidakpastian bagi investor tentang kondisi GIAA, karena laporan keuangan 2018 default. Jika Default ya harusnya di-suspend sahamnya,” tuturnya.
Lebih lanjut Tito menilai, regulator pasar modal, dalam hal ini OJK dan atau Bursa Efek Indonesia (BEI) seharusnya melakukan langkah untuk memberi kesempatan Investor akan tindakan investasinya. “Sekarang mau pakai laporan keuangan yang mana sebagai pijakan untuk dasar melakukan investasi ke GIAA,” lanjut mantan Dirut BEI itu.
Sementara itu memasuki sesi kedua perdagangan saham di BEI hari ini, saham GIAA turun 5,56 persen ke level Rp374 per saham. Pada saat yang sama IHSG menguat sekitar 0,17 persen ke level 6.363,638. (*)
Editor: Paulus Yoga