Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan rencana Pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Keuangan masih dalam kajian. Menurutnya, Perppu tersebut diharapkan dapat lebih menguatkan kerangka stabilitas sistem keuangan.
Sri Mulyani bahkan menyampaikan, salahsatu poin kajian penguatan tersebut ialah menggabungkan pengawasan perbankan dan moneter dalam satu atap. Bisa jadi, Pemerintah bakal memindahkan pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).
“Terkait penguatan koordinasi sedang dikaji penguatan sektor keuangan secara integrasi termasuk integrasikan pengaturan antara mikro dan makroprudensial,” kata Sri Mulyani dalam video conference di Jakarta, Jumat 4 September 2020.
Ia menyampaikan, dalam sejarahnya, Indonesia pernah menerapkan sistem di mana otoritas pengawas bank dan otoritas moneter berada dalam satu atap, namun sejak tahun 2013 sistem pengawasan bank menjadi terpisah ke OJK. Oleh karena itu, saat ini Pemerintah sedang mengkaji positif dan negatifnya pengawasan tersebut.
“Masing-masing sistem tersebut baik mereka dalam satu atap maupun berbeda atap punya kelebihan dan kekurangan dan ini perlu dikaji secara lebih hati-hati dalam rangka tujuannya adalah memperkuat sistem pengawasan perbankan,” kata Sri Mulyani.
Pada poin lain, Menkeu berharap reformasi keuangan bakal memperkuat dari sisi basis data dan informasi yang terintegrasi antar lembaga, termasuk dalam hal ini koordinasi antara lembaga dalam hal updating rekonsiliasi, serta verifikasi data antara OJK, LPS, BI, dan juga Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu.
Tak hanya itu, Sri Mulyani berharap penguatan juga dilakukan dari sisi instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan di dalan mengatasi permasalahan likuiditas yang dihadapi oleh bank. Menurutnya saat ini Pemerintah sedang mengkaji penyederhanaan persyaratan instrumen likuiditas bagi perbankan di dalam rangka meningkatkan aksesibilitas bank yang butuh dukungan likuiditas.
“Misalnya pinjaman likuiditas jangka pendek dan pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah oleh BI yang memiliki fungsi sebagai the lender of the last resort,” tambah Sri Mulyani.
Poin keempat tambahnya, penguatan juga diidentifikasikan terhadap peranan LPS yang harusnya menjadi lembaga yang bisa juga menjadi risk minimizer. Dalam hal ini, menurutnya, perlu adanya mandat LPS untuk bisa melakukan early intervention atau intervensi dini termasuk dalam bentuk penempatan dana.
Terakhir, Sri Mulyani berharap reformasi keuangan dapat melaksanakan penguatan dari sisi landasan hukum terhadap pengambilan keputusan KSSK yang merupakan bagian dari bahan kajian untuk menjaga stabilitas perekonomian. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengisyaratkan rencana untuk mengakhiri konflik yang berlangsung… Read More
Jakarta – PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (Allianz Utama) mencatatkan pertumbuhan positif untuk Growth Written Premium atau GWP… Read More
Jakarta - PT PLN (Persero) memastikan keandalan pasokan listrik menjelang Natal 2024 dan Tahun Baru… Read More
Jakarta– KB Bank mulai mencetak kinerja positif dengan perbaikan kualitas aset dan ekspansi portofolio kredit… Read More
Jakarta - Direktur Utama (Dirut) Bank Mandiri Darmawan Junaidi menilai, Indonesia memiliki kemampuan untuk mengurangi… Read More
Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara terkait isu serangan ransomware terhadap… Read More