Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan. Melansir investing.com, Jumat, 19 April 2024, pukul 11.45 WIB, nilai tukar rupiah berada di level Rp16.262 per dolar AS, dengan rentang harian Rp16.190,2 – Rp16.316,0 per dolar AS.
Tren penurunan nilai tukar rupiah sebenarnya sudah terjadi sejak awal 2024. Berdasarkan catatan Infobanknews, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di awal tahun 2024 terus mengalami pelemahan. Hingga 16 Januari 2024, rupiah tercatat melemah 1,24 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kemudian, pada 26 Januari 2024, rupiah dibuka pada level (bid) Rp15.825 per dolar AS. Puncaknya baru-baru ini, nilai tukar rupiah ambrol hingga di atas Rp16.000 per dolar AS.
Kondisi penurunan nilai tukar rupiah ini dinilai akan berdampak pada portofolio kredit valuta asing (valas) perbankan. Namun, merujuk laporan Statistik Perbankan Indonesia yang dipublikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tren kredit valas di bank umum mengalami pertumbuhan positif.
Baca juga: Rupiah Tembus Rp16.000, DPK Valas Perbankan Apa Kabar?
Per Januari 2024, penyaluran kredit valas bank umum tercatat sebesar Rp1.048,08 triliun. Realisasi kredit valas ini tumbuh tipis 0,87 persen dibanding Desember 2023 yang sebesar Rp1.038,96 triliun.
Jika dilihat secara tahunan atau year on year (yoy), realisasi kredit pada Januari 2024 justru naik double digit sebesar 14,94 persen dari Rp911,79 miliar pada tahun sebelumnya di periode yang sama.
Adapun dana pihak ketiga (DPK) valas bank umum juga tercatat tumbuh. Misalnya di periode Januari 2024 berada di level Rp1.337,4 triliun. Komposisi DPK valas tersebut terbesar berasal dari giro yang tercatat Rp860,3 miliar. Kemudian, disusul deposito sebesar Rp345,82 miliar dan tabungan Rp185,26 miliar.
Total DPK valas periode Januari 2024, naik 8,47 persen secara tahunan ketimbang tahun sebelumnya di periode yang sama sebesar Rp1.232,86 triliun.
Di sisi lain, OJK membeberkan bahwa pertumbuhan DPK perbankan awal tahun 2024 mengalami perlambatan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan hal tersebut dipengaruhi oleh penggunaan dana internal korporasi dan konsumsi masyarakat yang melonjak.
“OJK melihat perlambatan DPK yang terjadi khususnya di tahun lalu disebabkan beberapa faktor di antaranya high based effect pertumbuhan DPK pada akhir 2022, utamanya karena terdapat peningkatan dana yang tinggi dari korporasi,” ujar Dian dalam jawaban tertulisnya awal April lalu.
Baca juga: Rupiah Tembus Rp16.000 per Dolar AS, Begini Dampaknya ke Perbankan
Pada Februari 2024, OJK mencatat DPK tumbuh 5,66 persen yoy, namun melambat dari tahun sebelumnya yang tumbuh 8,18 persen yoy.
Pertumbuhan DPK ditopang KBMI 4 yang tumbuh 7,88 persen yoy atau melambat dari 9,78 persen yoy dan KBMI 1 yang tumbuh 4,85 persen yoy atau naik dari 3,96 persen yoy pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan jenis DPK, pertumbuhan DPK didorong oleh deposito yang tumbuh 5,35 persen yoy dari 4,85 persen yoy pada tahun sebelumnya dan giro yang tumbuh 7,33 persen yoy, meskipun melambat dari 16,20 persen yoy. (*)