Ilustrasi-Ratusan ojol lakukan aksi demo di depan kantor Kemnaker, Jakarta, Mei 2025 . (Foto: istimewa)
Jakarta – Ratusan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai komunitas yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Kamis (8/5).
Mereka menyuarakan kemarahan atas polemik seputar Bantuan Hari Raya (BHR) dan narasi menyesatkan soal status kerja pengemudi daring.
Ketua Presidium KON, Andi Gustianto menegaskan bahwa pengemudi Ojol tidak bisa disamakan dengan pekerja formal yang tunduk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ia menyebut banyak elite buruh dan politisi sengaja memelintir fakta demi kepentingan tertentu, dengan menyebut ojol sebagai buruh yang berhak atas Tunjangan Hari Raya (THR), pesangon, hingga jaminan pensiun.
Baca juga: 1,7 Juta Pengemudi Ojol Belum Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, Ini Pesan Menaker
“Kami bukan buruh pabrik atau karyawan perusahaan. Kami mitra. Skema kami tidak tunduk pada sistem kerja formal sebagaimana yang diatur UU Ketenagakerjaan,” tegas Andi.
Ia menuding ada upaya sistematis untuk mengeksploitasi isu ojol oleh kelompok tertentu demi agenda politik, termasuk membawa aspirasi pengemudi daring ke Kemnaker dengan harapan mengubah status menjadi pekerja tetap. Menurutnya, hal ini justru menyesatkan dan menciptakan kebingungan di kalangan pengemudi sendiri.
Selain itu, Andi menyebut bahwa program Bantuan Hari Raya (BHR) yang digaungkan pemerintah telah menciptakan tekanan baru bagi para mitra driver. Bukannya meringankan beban, BHR justru memicu aplikasi untuk memberlakukan skema target tertentu atau bahkan memotong insentif yang selama ini menjadi tumpuan para pengemudi.
“Alih-alih membantu, BHR malah mencekik kami,” ucapnya.
Lebih jauh, KON secara tegas mendesak Presiden untuk mencopot Menteri Ketenagakerjaan dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Menurut Andi, pernyataan mereka soal THR untuk ojol bukan sekadar blunder, tetapi telah menimbulkan kegaduhan nasional di kalangan pengemudi daring.
Baca juga: Dilema Status Pengemudi Ojol, Nyaman Jadi Mitra atau Aman Jadi Pegawai?
“Pernyataan soal ojol dapat THR itu ngawur. Tidak ada dasar hukumnya. Ini bukan hal sepele, ini menyangkut jutaan mitra driver yang kini justru kebingungan dan tertekan,” tegas Andi.
Andi juga menyinggung absennya kepastian hukum bagi pengemudi ojol, terutama setelah Mahkamah Konstitusi pada 2018 memutuskan bahwa ojek daring tidak dapat dikategorikan sebagai angkutan umum. Ia menilai sudah saatnya ada regulasi yang lebih tinggi dari sekadar Peraturan Daerah untuk mengatur sektor ini secara komprehensif. (*) Alfi Salima Puteri
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More