Dilema Status Pengemudi Ojol, Nyaman Jadi Mitra atau Aman Jadi Pegawai?

Dilema Status Pengemudi Ojol, Nyaman Jadi Mitra atau Aman Jadi Pegawai?

Jakarta – Wacana menjadikan pengemudi ojek online (ojol) sebagai pekerja tetap kembali mencuat setelah Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menyuarakan tuntutannya.

Aspirasi itu disampaikan ASPEK melalui pernyataan tertulis pada 29 April 2025. Mereka menilai, status pekerja tetap akan memberikan perlindungan sosial yang lebih layak bagi para pengemudi, seperti jaminan kesehatan, asuransi, hingga dana pensiun—hal-hal yang selama ini belum optimal mereka dapatkan dalam pola kerja kemitraan.

Namun, usulan ini memicu silang pendapat dari berbagai pihak, mulai dari ekonom, pelaku industri digital, hingga regulator.

Di satu sisi, tuntutan tersebut dianggap sebagai langkah maju dalam menyejahterakan jutaan pengemudi ojol.

Di sisi lain, banyak yang menilai perubahan status kerja ini justru dapat mengguncang ekosistem ekonomi digital yang selama ini bertumpu pada fleksibilitas.

Baca juga: BAM Soroti Perlindungan Hukum untuk Pengemudi Ojol, Ini Tuntutannya

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai kebijakan menjadikan pengemudi sebagai pekerja tetap perlu dipertimbangkan secara matang.

Menurutnya, sistem kerja fleksibel yang saat ini berlaku justru memberikan keleluasaan bagi pengemudi dalam mengatur jam kerja dan memaksimalkan penghasilan.

“Jika diubah menjadi pekerja tetap, jumlah pekerjaan yang dapat diambil akan terbatas, yang mungkin akan merugikan mereka yang bergantung pada penghasilan lebih tinggi saat jam sibuk,” kata Nailul, dikutip Jumat, 2 Mei 2025.

Ia juga menggarisbawahi bahwa perubahan status ini bisa menurunkan minat sebagian besar pengemudi yang selama ini memilih ojol karena fleksibilitasnya.

“Dampak sosial dan ekonomi bagi para pengemudi yang selama ini mendapat manfaat dari sistem fleksibel harus dipertimbangkan secara serius,” ujarnya.

Baca juga: DPR Soroti Gelombang PHK Massal di Tangerang, 3.500 Pekerja Terdampak

Aplikator: Sistem Karyawan Bisa Timbulkan Efek Domino

Pihak aplikator pun turut bersuara. Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, mengingatkan bahwa menjadikan pengemudi sebagai karyawan justru bisa menimbulkan efek domino negatif, mulai dari pembatasan jam kerja, kuota pengemudi, hingga naiknya biaya operasional.

“Jika pengemudi menjadi karyawan, maka akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa model kemitraan saat ini menjadi bantalan sosial bagi banyak orang, terutama dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

“Jika kita ubah semuanya jadi karyawan, barrier to entry akan naik. Hanya sebagian orang yang akan bisa bekerja, sementara jutaan yang lain kehilangan akses untuk mencari nafkah,” ungkapnya.

Baca juga: Menaker Siap Tindaklanjuti Aduan Ojol soal Bonus THR Rp50 Ribu

Lebih jauh, Tirza mengingatkan bahwa pengubahan status ini juga akan membebani perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi.

“Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen,” tambahnya.

Fleksibilitas atau Keamanan Sosial?

Bagi sebagian pengemudi, jaminan sosial dan stabilitas pendapatan adalah nilai yang sangat diharapkan. Namun bagi yang lain, fleksibilitas adalah keunggulan utama profesi ojol.

Kebijakan apa pun yang diambil akan membawa konsekuensi besar, tidak hanya bagi pengemudi, tetapi juga pada model bisnis platform digital, konsumen, hingga pelaku UMKM yang bergantung pada layanan seperti GrabFood atau GoFood.

Selain itu, jika status pengemudi ojol diubah menjadi karyawan, pekerja digital lain seperti kurir makanan dan pengantar barang kemungkinan besar juga akan menuntut perlakuan serupa, yang dapat menambah kompleksitas regulasi industri.

Keputusan soal status kerja pengemudi ojol akan menjadi penentu arah masa depan ekonomi digital Indonesia: apakah tetap fleksibel, atau beralih menuju model perlindungan sosial yang lebih ketat namun penuh batasan? (*) Alfi Salima Puteri

Related Posts

Top News

News Update