Jakarta – Wacana terkait dengan akan dibentuknya Lembaga Penjamin Polis (LPP) dilatarbelakangi oleh beberapa kasus perusahaan asuransi yang mengalami gagal membayarkan klaim kepada nasabah, yang mengakibatkan pandangan publik terhadap industri perusahaan asuransi kian memburuk.
Perusahaan-perusahaan yang diketahui terlibat dalam kasus gagal bayar klaim kepada nasabah, diantaranya adalah PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) yang gagal membayar dua produk asuransinya yaitu Kresna Link Investa (K-LITA) dan Protecto Investa Kresna (PIK) atas pelanggaran tersebut Kresna Life dilarang melakukan kegiatan penutupan pertanggungan baru untuk seluruh lini usaha bagi perusahaan asuransi tersebut sejak 3 Agustus 2020.
Selain itu, PT Asuransi Jiwasraya juga mengalami hal yang sama yaitu mengumumkan gagal bayar pada Oktober 2018, pada saat itu manajemen baru Jiwasraya menyatakan tidak mampu melunasi klaim polis nasabah sebesar Rp802 miliar, perusahaan juga tidak mampu membayarkan polis JS Saving Plan milik nasabah senilai Rp12,4 triliun yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019.
Terkait dengan wacana pendirian LPP tersebut sebelumnya telah direncanakan sejak tahun 2010 dan telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan mampu terbentuk setelah 3 tahun dari UU tersebut diterbitkan. Namun, hingga saat ini hal tersebut masih belum terealisasikan padahal lembaga tersebut merupakan hal yang penting sebagai upaya untuk memberikan perlindungan tambahan kepada nasabah asuransi.
Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengusulkan percepatan pembentukan LPP ikut ditegaskan pada salah satu pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK/Omnibus Law Sektor Keuangan).
“Di dalam Rancangan Undang-Undang P2SK yang sekarang menjadi inisiatif DPR, kita mendorong adanya pasal mengenai percepatan kewajiban pembentukan lembaga penjamin polis. Sehingga pemegang polis bisa mendapatkan proteksi terhadap hal-hal apabila itu merugikan pemegang polis,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono belum lama ini.
Menurut dia, pembentukan LPP memang membutuhkan waktu. Namun kehadiran UU dan dukungan pemerintah dipercaya bisa mempercepat kehadiran lembaga tersebut, baik itu berdiri sendiri maupun menjadi bagian dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Pelaku Industri Asuransi juga menyambut baik adanya wacana pendirian LPP tersebut karena diharapkan mampu memberikan perlindungan kepada para pemegang polis dan juga dapat meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat terhadap industri perasuransian sehingga mampu mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi dan meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu pelaku industri asuransi, BRI Life menyebutkan, pembentukan LPP seperti pada LPS tentu akan membutuhkan pendanaan, dan umumnya hal ini akan dikenakan kepada perusahaan asuransi yang nantinya akan membebankan sebagian biaya ini ke dalam premi.
“Pada prinsipnya LPP baik dan dapat memberikan dampak positif bagi kepercayaan masyarakat berasuransi. Namun concern penting yang perlu diperhatikan bagaimana agar pembentukan LPP ini dapat mendorong prudent governance di industri asuransi dan bukan dipakai sebagai tameng orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan baik dalam mengelola dana nasabah yang diperoleh dari premi,” ujar Direktur Utama BRI Life, Iwan Pasila.
Menurut Iwan, dengan maraknya persoalan konsumen di bidang asuransi, memang perlu ada sosialisasi yang terus menerus tentang produk asuransi yang dibeli dan manfaat yang diperoleh agar tidak salah mengerti, namun unsur kehati-hatian dalam mengelola dana nasabah juga harus didorong dan diberi punishment jika ada unsur kelalaian.
Sejalan, PT AIA Financial sebagai salah satu pemain asuransi jiwa juga menyatakan bahwa pihaknya menyambut baik dan mendukung keputusan pemerintah untuk mendirikan LPP. AIA yakin bahwa pembentukan Lembaga Penjamin Polis akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan dan industri asuransi di Indonesia.
Lembaga ini akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia asuransi dan juga akan semakin memperkuat kerjasama dan kolaborasi antar pemain di industri asuransi termasuk regulator dan perusahaan asuransi lainnya guna mendorong pertumbuhan industri asuransi di Indonesia.
“Kami siap bekerja sama dengan pemerintah dalam membangun lembaga ini dan berharap agar pembentukan LPP dan penerbitan peraturan yang terkait dapat segera dilakukan sebagai bagian dari perlindungan konsumen,” ujar Direktur Hukum, Kepatuhan dan Risiko AIA Financial, Rista Qatrini Manurung.
Konsep daripada adanya LPP adalah memberikan kompensasi kepada nasabah asuransi pemegang polis apabila nantinya suatu perusahaan asuransi dinyatakan insolven. Uangnya berasal dari iuran dari setiap perusahaan asuransi yang dikelola untuk dipergunakan apabila suatu saat ada perusahaan asuransi yang mengalami pailit.
Jika mengacu Undang-undang No.40/2014, program penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi. Dengan kata lain, jika perusahaan asuransi dicabut izin usahanya, lembaga yang mengelola program penjaminan polis tersebut akan mengembalikan apa yang seharusnya dimiliki oleh nasabah.
Dalam hal ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditunjuk menjadi pelaksana penyelenggaraan program penjaminan polis asuransi. Hal tersebut juga tercatat dalam draf final RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan per 20 September 2022, Pasal 78, disebutkan bahwa program penjaminan polis akan diselenggarakan oleh LPS.
Meski UU terkait LPP belum diterbitkan LPS menanggapi hal tersebut dengan positif, dimana LPS juga akan memperkuat sektor asuransi yang saat ini pada pertumbuhan premi sudah mulai negatif. Kemudian, nantinya juga akan menumbuhkan kepercayaan pada sektor asuransi dan semakin memperkuat sektor keuangan tidak hanya bank, tetapi juga asuransi dan pasar modal.
“Nanti kalau UU sudah keluar kita dapat tugas baru, sudah ada tapi belum dijalani penjaminan asuransi kalau jadi UU akan kita jamin juga itu akan memperkuat sektor asuransi kita kan sekarang kalau saya lihat pertumbuhan premi udah negatif dari berapa tahun terakhir ini asuransi itu jadi ada semacam pengurangan saya harap kalau kita udah masuk ke penjaminan asuransi confidence asuransi nanti juga tumbuh lagi sehingga sektor keuangan kita lebih kuat bukan hanya Bank aja, ada asuransi ada pasar modal ada perbankan apalagi sekarang lembaga pembiayaan sehingga kalau sudah dikasih ke kita ada pertumbuhan di sub sektor lain sektor finansial sehingga sektor finansial kita lebih kuat secara keseluruhan,” ucap Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa. (*)