Jakarta – Kasus penarikan kendaraan milik selebgram oleh oknum debt collector (DC) kembali bikin heboh. Profesi para penagih utang ini pun menjadi sorotan. Polisi menegaskan akan menumpas DC yang dianggap sebagai preman. Padahal, tidak semua DC berperilaku seperti preman. Peran mereka pun di industri jasa keuangan masih sangat dibutuhkan, sebagai bagian dari upaya penyelamatan aset.
Ambil contoh di industri pembiayaan (multifinance). Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2022, rasio pembiayaan bermasalah (non perfoming financing/NPF) industri multifinance sebesar 2,23%. Bila dikalikan total piutang pembiayaan industri multifinance yang mencapai Rp415,86 triliun, nilai NPF-nya mencapai Rp9,65 triliun. Jumlah tersebut setara 5.497 unit Jeep Rubicon, mobil mewah yang viral lantaran kasus penganiayaan oleh anak salah satu pejabat pajak. Harga baru Jeep Rubicon varian dua pintu mulai dari Rp1,75 miliar.
Di industri multifinance, aset yang paling banyak dieksekusi karena debitur menunggak adalah kendaraan bermotor, roda dua maupun roda empat. Sebagian besar pembiayaan industri multifinance memang mengalir ke pembiayaan multiguna, khususnya kendaraan bermotor. Dari total pembiayaan multifinance sebesar Rp415,86 triliun, sebanyak 51,79% atau setara Rp215,39 triliun di antaranya bersumber dari pembiayaan multiguna.
Terkait eksekusi jaminan fidusia, biasa dilakukan ketika debitur macet tidak kooperatif. Debt collector dari pihak ketiga umumnya dilibatkan bila tunggakan tidak lagi tertagih, ataupun proses eksekusi tidak bisa dilakukan oleh tim internal perusahaan. Eksekusi jaminan sebenarnya merupakan jalin terakhir bagi multifinance untuk recovery asset dan menekan kerugian. Bayangkan bila kredit macet tersebut tidak bisa tertagih? Dampaknya tidak hanya bagi industri multifinance, tapi juga merembet ke perbankan dan industri lain.
Bila multifinance tidak bisa melakukan eksekusi, maka kerugian yang timbul bisa berdampak pada ekosistem industri yang lebih luas. Jika debitur macet tidak mau menyerahkan kendaraannya, akan berdampak pada kinerja keuangan dan kemampuan multifinance membayar pinjaman perbankan. Pasalnya, multifinance sendiri menjadi debitur perbankan. Sebagian besar pembiayaan yang disalurkan multifinance ke konsumen memang bersumber dari pinjaman perbankan. Maka dampaknya bisa meluas hingga ke industri lain, mulai dari penjualan otomotif hingga penerimaan pajak oleh negara.
Memang, dalam pelaksanaan eksekusi di lapangan seringkali terjadi ketidaksepahaman. Umumnya ada tiga kondisi yang kerap dijumpai ketika perusahaan ingin melakukan penarikan, tapi debitur yang wanprestasi tidak mau kooperatif. Pertama, unit kendaraannya ada, tapi debiturnya tidak ada. Kedua, debiturnya ada, tapi unitnya tidak ada, Ada yang sudah dipindahtangankan, dijual ataupun digadaikan tanpa sepengetahuan multifinance. Padahal mengacu UU Fidusia, kendaraan yang belum lunas itu masih menjadi milik perusahaan multifinance yang membiayai. Terkadang ada juga yang tidak mau membayar angsuran dan mendapat jaminan berupa “surat sakit” dari oknum preman berkedok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Ketiga, kondisi terparah, yakni debiturnya tidak ada, unitnya pun tidak ada.
Di lain sisi, harus diakui terkadang ada oknum debt collector yang melanggar SOP ketika melakukan penagihan. Misalnya tidak dilengkapin surat kuasa sertifikat profesi debt collector, ataupun ada oknum yang bertindak tidak sopan ketika melakukan eksekusi kendaraan. Oknum-oknum seperti ini wajar bila ditindak pihak berwajib.
Guna mengantisipasi kesalahpahaman di lapangan multifinance didorong untuk melakukan pengawasan terhadap tim collectornya. Pastikan pula mitra pihak ketiga yang diajak bekerjasama menjalankan proses penarikan kendaraan sesuai prosedur. (*) Ari Astriawan
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
View Comments
SALAH YG KASIH HUTANG, RAKYAT MISKIN KOK DIKASIH HUTANG YA MACET PASTINYA. NIH GW KASIH TAHU, YG DIKASIH HUTANG PERUSAHAAN SWASTA BESAR, BUMN, PEGAWAI PAJAK FOKUS DI 3 SEGMEN ITU. JANGAN TERLALU MELEBAR KE RETAIL POTENTI MACETNYA TINGGI.
Semua bisnis pasti memiliki faktor Resiko. Tinggal bagaimana menyikapinya / tindak lanjut atas pertimbangan masih dalam koridor prosentase toleransi bisnis tsb. dalam keuntungan yg telah diperoleh. Kembali kedalam npf , perlu juga ditelaah atas pemberian kredit dengan ketajaman analisanya dan kecerdasan atas pemilihan konsumen yg tepat untuk terhindar dari resiko yg akan timbul. Yang mana keseluruhan tidak terlepas dalam faktor edukasi yg harus diberikan dam rangka npf yg bagus
Negara sudah mengatur bagaimana cara menyita kendaraan yang menunggak kredit jadi bukan suka2 kalian ambil paksa jika sesuai prosedur hukum yang berlaku silahkan aja jadi jgn kalian buat cerita ini itu utk memuluskan cara mafia yg kalian lakukan
Utk menghindari nasabah tertinggal makanya perusahaan pembiayaan hrs punya credit analis yg kompeten dong jgn asal menganalisa calon nasabah, jika credit analis kompeten dibidangnya rasip yg meninggal bisa minim, dan sy rasa gk perlu pakai jasa external sang penagih, karyawan saja karyawanmu utk menagih jg pada males,perusahaan memakai jasa external utk menagih itu Krn perusahaan TDK mau ribet kan
Terima kasih Atas infonya sangat menarik . Ikuti SOP saja Bagi DC
Itu sangat bagus, dan makasih udh memberikan pemahaman bagi kami, memang otak nasabah kadang di tagih lebih kejam dari penagih....
Inilah bukti keberhasilan rezim ini
Ekonomi yg katanya meroket
Hahaha oon komentar
Yg jelas bagaimanapun perusahaan finance tidak usah memakai jasa dc..apa kalian tidak punya nyali buat ambil aset yg tertunggak oleh debitur??
Ngapain pake jasa dc segala yg jelas2 mereka itu preman jalanan yg suatu saat bs bertindak anarkis..
makanya klo Punya kredit atau Utang ya di bayar dong, jgn bilang rezim ini rezim itu yang salah.. Toh orng Yg ngutang aja yg ga tau diri... ganti pola pikirnya dong... Debitur nya Ga Waras, biar DC ngasih Paham, ngutang ya di bayar bukan Di Buat Move On...
Mohon jangan terlalu membuat masyarkat tergiur untuk berhutang
jangan membuat orang terlalu mudah berhutang
hapus DP 0℅
Mau sampe kapan pun lingkaran setan bakal selalu ada. Mulai dari si pemberi order yaitu leasing sampe ke nasabah. Mulai sekarang kita harus melek hukum. Dimulai dari nasabah, pertama pastikan kondisi keuangan jika akan mengkredit sesuatu, kedua baca isi fidusia atau perjanjian kontrak nya terutama di point persengketaan nya. Jika salah satu point nya adalah jika terjadi gagal bayar pihak leasing berhak menarik unit dan di anggap sah itu jelas kontrak perjanjian yg tidak di daftarkan dan menjadi fidusia jadi harus saran saya jangan diteruskan. Karena banyak yg terjadi di jalanan kendaraan ditarik yaitu kerena mereka memakai kontrak perjanjian bukan fidusia jadi mereka semena, yg terakhir selalu mintalah salinan fidusia/ surat kontrak perjanjian atau foto copy untuk pegangan kita.