Jakarta – Industri keuangan syariah di Indonesia memiliki potensi besar dalam menggerakan ekonomi Indonesia. Dengan berbagai faktor seperti populasi muslim yang mencapai 240,62 juta jiwa, ekonomi stabil, dan tingginya tingkat dukungan pemerintah, industri keuangan syariah dianggap akan semakin berkembang di masa mendatang.
Direktur Pusat Ekonomi dan Bisnis Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Rahmatina Awaliah Kasri, menjelaskan kalau pihaknya memprediksi pertumbuhan ekonomi syariah tahun ini akan semakin merekah.
“Ini proyeksi yang kami (PEBS) buat dan kami sampaikan pada Indonesia Shariah Economic Outlook 2024,” papar Rahmatina dalam webinar OJK Institute bertajuk Strategi Mengakselerasi Pangsa Pasar Keuangan Syariah, Kamis, 21 Maret 2024.
Dia memproyeksikan, total aset perbankan syariah akan tumbuh 9,51 persen secara year on year (yoy) dari Rp868,65 triliun di 2023, menjadi Rp951,23 triliun pada tahun ini. Total aset industri keuangan non-bank (IKNB) juga akan meningkat sebesar 10,13 persen (yoy) dari Rp152,35 triliun tahun lalu menjadi Rp167,79 triliun di 2024.
Baca juga: Komut BSI Ungkap Peluang dan Tantangan Industri Perbankan Syariah
Meskipun begitu, dengan besarnya proyeksi pertumbuhan keuangan syariah, sektor ini menghadapi masalah berupa masih rendahnya pangsa pasar. Data dari OJK menunjukkan kalau pangsa dari perbankan syariah masih berada di angka 7,27 persen. Sementara pasar modal syariah memiliki pangsa 18,28 persen, dan IKNB dengan pangsa 5 persen.
Rahmatina berujar, ada beberapa tantangan yang dihadapi industri keuangan syariah untuk meningkatkan pangsa pasar. Mulai dari bisnis dan produk yang belum terdiversifikasi dari keuangan konvensional, literasi dan inklusi keuangan syariah yang rendah, kemitraan belum optimal, dan sebagainya. Inilah yang menjadi landasan bagi sektor keuangan syariah untuk segera bergerak mencari solusi demi meningkatkan pangsa pasar.
“Dengan adanya tantangan ini, tentunya kita harus mencari strategi, terkait bagaimana mengakselerasi pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia,” tambah Rahmatina.
PEBS menawarkan 7 solusi terkait topik ini. Solusi yang mereka maksud meliputi penguatan ekosistem keuangan syariah, pengembangan produk keuangan syariah, peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah, memperbaiki kualitas dan kuantitas SDM, penguatan modal dan infrastruktur, kolaborasi dengan pelaku ekonomi lain, serta pengetatan regulasi dan pengawasan.
Menurut Rahmatina, penguatan ekosistem syariah menjadi penting karena sejalan dengan tujuan diciptakannya sistem ekonomi ini. Menurutnya, ekosistem syariah yang baik adalah terintegrasi dan terhubung agar menghasilkan kemaslahatan yang berkelanjutan.
“Untuk memperkuat ekonomi dan keuangan syariah, agenda utamanya adalah ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang mendorong pertumbuhan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” terangnya.
Pengembangan produk keuangan syariah baru juga penting. Untuk menarik nasabah baru, industri keuangan syariah perlu menekankan fitur sosial dan syariah dari produk mereka, bukan hanya mengandalkan strategi harga rendah, yang lagi-lagi berfokus kepada bisnis.
Dijelaskan Rahmatina, sektor keuangan syariah sudah perlu mengembangkan produk yang memiliki efek di luar sektor keuangan saja, seperti terhadap lingkungan, sosial, dan lainnya. Produk ini juga bisa diperkenalkan melalui tokoh terkenal yang memang memiliki produk terkait.
Baca juga: Menakar Peran Perbankan Syariah dalam Pengelolaan Dana Haji
Selanjutnya, Rahmatina juga berujar agar sektor keuangan syariah agar mengembangkan literasi dan keuangan di sektor ini yang memang masih rendah. Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan literasi syariah di Indonesia masih berada di angka 28,01 persen pada 2023 lalu, angka yang tidak tinggi.
“Penguatan literasi dan inklusi keuangan syariah memang menjadi PR kita bersama. Mudah-mudahan strategi nasional bisa segera di-launching dan dilaksanakan, supaya gap-nya tidak sebesar ini,” kata Rahmatina.
Sebagai penutup, penguatan berbagai elemen seperti SDM, teknologi, infrastruktur, dan regulasi juga menjadi sorotan, dan menjadi tugas dari stakeholder yang terlibat dalam keuangan syariah. (*) Mohammad Adrianto Sukarso