Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah mengeluarkan Surat Edaran terbaru mengenai Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI), yaitu pada SEOJK PAYDI Nomor 5/SEOJK.05/2022 yang telah berlaku sejak 14 Maret 2023.
Terdapat tiga pokok-pokok utama yang diatur dalam SEOJK tersebut, diantaranya adalah pemasaran produk PAYDI, transparasi produk, hingga tata kelola aset dari PAYDI tersebut.
Berdasarkan aturan baru tersebut, salah satu perusahaan asuransi, yaitu Prudential Indonesia telah siap memasarkan produk PAYDI tersebut yang dihadirkan melalui proses yang inovatif dan disempurnakan.
Menurut Chief Customer and Marketing Officer Prudential Indonesia Karin Zulkarnaen, proses penyempurnaan ini bertujuan agar masyarakat bisa memahami manfaat PAYDI termasuk profil risiko mereka dengan mudah dan juga nyaman, sehingga manfaat yang dapat dirasakan secara optimal sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, serta tujuan keuangan mereka.
Meski begitu, sebelum ditetapkannya SEOJK PAYDI, produk unit link tersebut telah menuai polemik. Tepat pada 14 Januari 2022, 16 nasabah dan atau mantan nasabah Prudential mendatangi kantor pusat Prudential, untuk menuntut haknya yang tidak kunjung dipenuhi. Tuntutan mereka adalah pengembalian dana yang selama ini disetor rutin untuk produk asuransi unit link.
Pasalnya, agen yang menjual produk unit link ke mereka telah menjanjikan pengembalian dana 100% plus proteksi selama 99 tahun, usai nasabah membayar premi selama 10 tahun. Namun setelah 10 tahun justru terjadi hal yang tidak menyenangkan. Pengembalian dana yang diterima nasabah hanya sebesar 30%, dan mereka diminta tetap membayar premi hingga seumur hidup.
Koordinator Korban Asuransi Unit Link Prudential Indonesia, AIA, dan, AXA Mandiri, Maria Trihartati menegaskan bahwa hingga saat ini masih terdapat kurang lebih 300 korban unit link yang menunggu ganti rugi dari perusahaan asuransi, dimana korban terbanyak dari Prudential Indonesia dengan premi Rp9,88 miliar.
“Dengan terbitnya peraturan baru OJK dan produk unit link lama dari semua merk asuransi harus ditutup karena banyaknya misseling yang terjadi, seharusnya ini menjadi dasar perusahaan asuransi selesaikan dan kembalikan semua kerugian nasabah,” ucap Maria kepada Infobanknews dikutip, 24 Maret 2023.
Padahal, saat dirinya mengajukan daftar pengajuan yang disampaikan pada rapat dengar pendapat (RDP) kepada DPR-RI di 6 Desember 2021 yang lalu, sebagian besar dana ataupun kerugian telah diselesaikan oleh ketiga perusahaan asuransi tersebut.
“Untuk korban yang masuk pengaduan setelah RDP, proses refund serasa dipersulit oleh perusahaan asuransi. Seharusnya OJK memakai wewenangnya untuk memerintahkan perusahaan asuransi segera menyelesaikan,” imbuhnya.
Sedangkan, terkait produk PAYDI yang sudah mulai dipasarkan ini, dirinya menilai produk tersebut masih memiliki sistem yang sama seperti unit link, dimana produk tersebut dinilai hanya menguntungkan perusahaan dan nasabah harus menanggung risiko investasi tersebut.
“Dengan alih alih mau lindungi nasabah, OJK membuat aturan yang lebih ketat, tapi apakah OJK bisa jamin? Tetap saja jika nanti terjadi lagi, semua nasabah yang tanggung. Label OJK tak menjamin, semua sudah terbukti. Tetap Masyarakat yang menjerit, apalagi PAYDI tak di jamin LPP,” ujar Maria.
Untuk itu, dirinya berharap OJK dapat terus menuntaskan masalah-masalah terkait produk unit link yang masih ada hingga saat ini, dan ia juga masih akan terus mengawal pengaduan-pengaduan tersebut, dimana telah naik penyidikan di Bareskrim. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra