Jakarta — PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) pada kuartal pertama yang berakhir 31 Maret 2019 mencatatkan laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (profit after tax and minority interest-PATAMI) sebesar Rp414,9 miliar atau menurun sebesar 10,4 persen bila dibandingkan Rp463,1 miliar pada kuartal sebelumnya yang berakhir 31 Maret 2018.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria menjelaskan, penurutan tersebut terjadi lantaran adanya peningkatan pada provisi kerugian kredit.
“Sehubungan dengan Maybank Indonesia mengambil langkah yang konservatif dalam menyisihkan provisi untuk kredit-kredit usaha yang terkena dampak ekonomi yang penuh tantangan,” kata Taswin melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa, 30 April 2019.
Kualitas aset terus meningkat seperti tercermin dari tingkat NPL yang rendah sebesar 2,9 persen (gross) dan 1,7 persen (net) per 31 Maret 2019 dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 3,0 persen (gross) dan 1,8 persen (net). Bank terus fokus pada upaya untuk meningkatkan kualitas aset dan akan menjaga langkah konservatif dalam postur risikonya.
Selaras dengan pendekatan konservatif pada kualitas kredit, Bank meningkatkan provisi kerugian kredit sebesar 52,2 persen menjadi Rp400,5 miliar per Maret 2019. Hal ini terutama untuk bisnis yang terus merasakan dampak iklim ekonomi saat ini.
Walau begitu, Maybank Indonesia masih mencatat pendapatan bunga bersih tumbuh 7,7 persen menjadi Rp2,0 triliun pada Maret 2019 dibandingkan Rp1,9 triliun pada Maret 2018. Implementasi pricing yang disiplin disertai dengan efisiensi operasional yang meningkat, kata Taswin, memungkinkan Bank menahan tekanan pada marjin bunga sehingga marjin bunga bersih (net interest margin) pada kuartal pertama tetap pada 4,8 persen.
Sementara untuk penyaluran kredit sendiri tercatat masih meningkat 10,9 perse menjadi Rp135,8 triliun per 31 Maret 2019 dari Rp122,5 triliun per 31 Maret 2018. Perbankan Global membukukan pertumbuhan kredit yang kuat sebesar 29,8 persen menjadi Rp35,9 triliun dari Rp27,6 triliun terutama didukung kredit dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan korporasi papan atas (tier 1 corporates).
Kredit Community Financial Services (CFS) Non-Ritel, yang terdiri dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) dan Business Banking tumbuh 8,5 persen menjadi Rp56,5 triliun dari Rp52,1 triliun sebelumnya, sementara kredit CFS Ritel meningkat 1,6 persen menjadi Rp43,5 triliun per Maret 2019.
Bank, lanjut Taswin, menjaga posisi likuiditas yang kuat dengan simpanan nasabah yang meningkat 6,2 persen menjadi Rp128,4 triliun pada Maret 2019. Loan-to-Deposit Ratio (LDR-Bank saja) berada pada level yang sehat sebesar 90,1 persen, sementara Liquidity Coverage Ratio (LCR Bank) berada pada level 145,8 persen per Maret 2019, jauh melampaui level minimum yang diwajibkan yaitu sebesar 100 persen.
“Ini merupakan hasil dari langkah proaktif yang ditempuh Bank untuk memastikan likuiditas Bank lebih dari optimal guna memitigasi potensial risiko kemungkinan terdapatnya ketidakpastian selama periode yang penuh dengan ketidakpastian menjelang pemilu,” tambah Taswin.
Pada Maret 2019, Bank juga menyelesaikan penerbitan Obligasi Berkelanjutan II Tahap IV sebesar Rp640,5 miliar untuk mendiversifikasi dan memperkuat profil likuiditas Bank.
Sementara untuk posisi modal Bank tetap kuat dengan rasio CAR sebesar 18,7 persen dan total modal sebesar Rp25,9 triliun pada Maret 2019. (*)