Jakarta – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih akan positif hingga akhir tahun.
Hariyanto Wijaya, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menilai hasil sementara pemilihan presiden (pilpres) AS dan vaksin membuat pandangan pelaku pasar keuangan terhadap prospek
ekonomi berbalik menjadi positif dari sebelumnya negatif atau bahkan stagnan karena pandemi.
“Beberapa faktor lain turut memicu positifnya reaksi pelaku pasar akibat perkembangan ekonomi terkini, terutama pada komoditas nikel dan minyak sawit mentah (CPO). Positifnya pandangan terhadap nikel dan CPO tersebut tertuang ke dalam saham-saham pilihan utama (stock picks) Mirae Asset untuk periode November 2020,” kata Hariyanto Wijaya di Jakarta, Jumat, 13 November 2020.
Ada empat penghuni baru daftar stock picks Mirae Asset, yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indoensia Tbk (BBRI), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Dengan demikian, stock picks Hariyanto Wijaya dan timnya tersebut memiliki bobot besar pada saham perbankan, barang konsumsi, dan komoditas (CPO dan nikel).
Dua nama pertama adalah dua BUMN perbankan, sedangkan ANTM dan INCO dipilih karena faktor potensi kenaikan harga nikel.
Kenaikan harga nikel diprediksi akan didukung oleh beberapa faktor. Pertama, program one belt one road (OBOR) China yang masih berjalan dan akan mendorong permintaan nikel.
Kedua, pengembangan kendaraan listrik juga dapat mengangkat minat pada nikel secara stabil.
Ketiga, terpilihnya Joseph Biden sebagai presiden AS yang ramah lingkungan diprediksi akan semakin menentukan tren penguatan permintaan sekaligus harga nikel ke depannya.
Dengan demikian, empat saham yang keluar dari deretan delapan saham pilihan Tim Riset Mirae Asset adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA).
Nama emiten lain yang juga dikeluarkan dari stock picks adalah PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Empat saham lain yang masih bertahan di jajaran stock picks itu adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Lalu, dua nama lainnya adalah PT Astra Agro
Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
AALI dan LSIP adalah emiten produsen minyak sawit mentah (CPO). Harga CPO juga diprediksi setidaknya akan diuntungkan dua faktor. Faktor pertama adalah La Nina yang sudah mulai terjadi dan diprediksi akan berlangsung setidaknya hingga Januari 2021 yang dikeluarkan oleh BMKG-nya Australia yaitu the Australian Bureau of Meteorology.
Prediksi La Nina, yang dapat memicu curah hujan yang tinggi, juga disampaikan oleh BMKG, yang memprediksi akan bertahan hingga pertengahan Januari-Februari.
Curah hujan tinggi diprediksi akan menyulitkan pembuahan dan musim panen sawit, sehingga dapat mendorong terjadinya turunnya suplai dan mendongkrak harganya di pasaran.
Faktor kedua adalah potensi melemahnya nilai dolar AS yang diprediksi akan menguntungkan bagi komoditas ekspor seperti CPO.
Pelemahan dolar AS akan dipicu oleh melebarnya defisit fiskal Negeri Paman Sam, siapapun presiden barunya, dan tetap dipertahankannya suku bunga acuan mereka pada level rendah seperti sekarang.
Pelemahan dolar AS juga dapat didorong oleh membaiknya ekspektasi pelaku pasar keuangan global terhadap lebih kalemnya pemerintahan Biden, tidak agresif seperti halnya Donald Trump.
Belum lagi pelaku pasar diyakini akan tetap melihat masih ada harapan terhadap perbaikan kondisi dan memprediksi akan ada perbaikan ekonomi di Indonesia tahun depan.
Dengan ekspektasi kondisi global akan lebih damai dan membaik, maka aset yang dianggap lebih aman ketika terjadi tekanan ekonomi (safe haven) seperti dolar AS dan emas yang melemah. Faktor lain yang juga diperhitungkan oleh Tim Riset Mirae Asset dalam risetnya (dirilis pada 9/11/20) adalah rekam jejak pergerakan indeks ketika terjadi resesi seperti sekarang.
Tim Riset Mirae Asset menilai bahwa pasar saham masih dapat terus positif meskipun resesi telah terjadi karena masih adanya harapan membaiknya kondisi dunia. Namun, masih ada tetap ada risiko di depan mata, yaitu konsumsi yang diprediksi masih lemah tahun depan. (*)