Profil dan Sejarah Sritex: Dari Raksasa Tekstil hingga Dinyatakan Pailit

Profil dan Sejarah Sritex: Dari Raksasa Tekstil hingga Dinyatakan Pailit

JakartaPerusahaan tekstil terkemuka PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau yang lebih dikenal sebagai Sritex, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri atau PN Niaga Semarang.

Putusan mengenai pailitnya Sritex tersebut dikeluarkan pada 21 Oktober 2024 oleh Hakim Ketua Moch Ansor, setelah Sritex dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayaran utangnya berdasarkan putusan homologasi pada Januari 2022.

Hal itu sebagaimana tercantum dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Disebutkan, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, bersama PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, dinyatakan lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran mereka kepada PT Indo Bharat Rayon.

Baca juga: Perusahaan Tekstil Sritex Resmi Dinyatakan Pailit

Kegagalan tersebut didasarkan pada Putusan Homologasi yang dikeluarkan pada 25 Januari 2022, yaitu Sritex dan perusahaan afiliasinya dianggap tidak mematuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian perdamaian tersebut.

Latar Belakang Sritex

Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh H.M. Lukminto di Pasar Klewer, Solo, sebagai usaha perdagangan tekstil kecil.

Dua tahun kemudian, Sritex mulai mendirikan pabrik cetaknya sendiri, dan pada tahun 1982, perusahaan ini merambah ke sektor tenun dengan mendirikan pabrik tenun pertamanya.

Keberhasilan Sritex semakin nyata pada 1994 ketika mereka dipercaya menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Angkatan Bersenjata Jerman.

Baca juga: Sri Mulyani soal Muncul Kementerian Baru: Perlu Restrukturisasi Anggaran 2024-2025

Sritex juga mampu bertahan dan bahkan berkembang selama krisis moneter 1998. Perusahaan ini berhasil melipatgandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2013, Sritex melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SRIL, memperkokoh posisinya sebagai salah satu raksasa industri tekstil nasional.

Kendala Keuangan dan Kebangkrutan

Meskipun memiliki sejarah panjang kesuksesan, sejak 2021 Sritex mulai menghadapi masalah keuangan yang serius. Sahamnya disuspensi sejak Mei 2021 akibat keterlambatan pembayaran bunga dan pokok MTN (Medium Term Notes).

Utang perusahaan pun terus menumpuk, dengan total liabilitas mencapai sekitar Rp24,3 triliun per September 2023.

Masalah keuangan ini diperparah oleh persaingan ketat di pasar global serta dampak pandemi Covid-19 yang mengganggu rantai pasokan dan menurunkan permintaan.

Selain itu, kondisi geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, turut menyebabkan penurunan ekspor produk tekstil ke Eropa dan Amerika Serikat.

Baca juga: Demi Transformasi Bisnis, Sritex Copot Seluruh Direksi dan Komisaris

Meski sempat membantah kabar kebangkrutan pada Juni 2024, situasi Sritex terus memburuk hingga akhirnya dinyatakan pailit.

Proses pailit ini akan berdampak signifikan pada ribuan buruh yang sudah terdampak PHK serta operasi perusahaan secara keseluruhan.

Akhir dari Era Sritex?

Setelah lebih dari lima dekade beroperasi dan menjadi salah satu ikon industri tekstil Indonesia, Sritex kini harus menghadapi kenyataan pailit.

Langkah ini tidak hanya menandai berakhirnya era dominasi Sritex di sektor tekstil, tetapi juga menjadi pelajaran penting tentang dinamika bisnis dan ketidakpastian ekonomi global. (*)

Related Posts

News Update

Top News