Solo – Industri perbankan idealnya menjadi salah satu industri dengan tingkat keamanan digital dan fisik yang tinggi. Sebab, industri ini tak hanya menyimpan dana nasabah tetapi juga data-data penting nasabah lainnya.
Ancaman dan risiko fraud pun masih mengintai di industri perbankan secara umum. Teranyar kasus fraudster atau modus penipuan yang dilakukan satu orang atau lebih setidaknya menimpa salah satu bank pelat merah di Indonesia.
“Baru-baru ini banyak kejadian fraudster, proses penyalahgunaan data terjadi di bank Himbara sehingga layanan operasionl berhenti karena manajemen siber security kurang kuat,” kata Zuwin Adriano, Business Development Manager Privy, dalam Talkshow & Launching Buku ‘Keamanan Siber Bank’, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS), Solo, Jawa Tengah, Rabu, 18 September 2024.
Baca juga : Jadi Tuan Rumah Launching Buku ‘Keamanan Siber Bank’, Begini Harapan Dekan FEB UNS
Menurutnya, maraknya modus penipuan saat ini harus diimbangi dengan peningkatan keamanan siber oleh para pelaku di industri, khususnya perbankan.
“Peningkatan keamanan siber sangat bermanfaat, terutama untuk sisi penyimpanan data,” bebernya.
Berdasarkan catatan Infobanknews, beberapa kasus fraud pernah terjadi di industri perbankan Tanah Air. Antara lain, kasus penipuan dana fraud yang dilakukan eks karyawan CIMB Niaga pada 2023. Di mana, nasabah prioritas dirugikan hingga Rp6,7 miliar.
Ada juga kasus fraud yang dilakukan mantan karyawan Bank Jago pada Juli 2024 lalu. Oknum karyawan tersebut berhasil membobol 112 rekening yang sudah diblokir oleh bank karena terindikasi pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Penanganan Fraudster ala Privy
Zuwin menuturkan, ada sejumlah kasus fraudster yang kerap terjadi ketika pihaknya melayani produk banking. Salah satunya dalam proses liveness detection.
“Fraudster itu masuk ke proses liveness detection. Namun, kita juga memiliki fasilitas liveness detection,” jelasnya.
Baca juga : Kejahatan Siber Merajalela, Buku “Keamanan Siber Bank” Bisa Jadi Rujukan Memitigasinya
Secara umum, liveness detection merupakan sistem teknologi biometrik untuk mendeteksi keaslian suatu sidik jari, wajah, ataupun biometrik lain dari seseorang.
“Hal tersebut sering terjadi saat ini seperti tempting dan injection di dalam sebuah aplikasi,” akunya.
Atas kondisi tersebut, kata Zuwin, Privy memiliki sejumlah langkah preventif dalam mengatasinya, dengan tidak langsung meloloskan saat proses autentifikasi klien berlangsung.
“Kita tidak langsung meloloskannya. Jadi, ada proses eyeballing alias mengatami. Jadi setelah lolos misalnya, di-inject gambar. Nah, kita punya tim verifikasi di mana kita akan mengecek hasil liveness detection tersebut benar atau salah. Nanti, akan masukan di tim eyeballing kita apakah lolos atau tidak,” pungkasnya.
Editor : Galih Pratama