Jakarta – Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM pada bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan lainnya yang diteken oleh Presiden Prabowo, memang dibutuhkan sebagai turunan dari UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Mirza menjelaskan dengan aturan tersebut himpunan bank milik negara (Himbara) bisa melakukan penghapusbukuan kredit. Pasalnya, selama ini bank-bank swasta sudah melakukan hapus tagih tersebut.
“PP itu memang dibutuhkan karena satu memang perintah dari UU PPSK, jadi kan selama ini memang bank swasta itu melakukan hapus buku dan kemudian bisa melakukan hapus tagih, jadi itu ada urutannya,” ujar Mirza kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 6 November 2024.
Mirza menjelaskan bila suatu kredit bermasalah dan menjadi macet, setelah beberapa waktu dapat di hapus buku dan dihapus tagih. Hal itu, dilakukan oleh bank swasta secara fleksibel.
Baca juga: PP Hapus Tagih Diteken Presiden Prabowo, Jumlahnya Capai Rp8,7 Triliun
“Tapi kalau bank BUMN itu bisa melakukan hapus buku tapi mereka takut melakukan hapus tagih. Karena masih ada kebimbangan apakah hapus tagi itu kemudian bisa dianggap merugikan keuangan negara,” jelasnya.
Sehingga, kata Mirza, adanya PP itu yang merupakan perintah dari UU PPSK adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada bank-bank BUMN bahwa hapus tagih diperbolehkan.
“Tapi tentu untuk menjaga moral hazard makanya jumlahnya kan untuk yang kecil-kecil saja. Dan untuk yang ini untuk UMKM kan, yang kecil-kecil saja dan untuk yang petani nelayan, berarti kan kecil-kecil bahkan mungkin pinjaman mikro ya,” imbuhnya.
Adapun dalam PP tersebut mengatur pinjaman yang sudah lama, yakni 10 tahun ke atas. Maka, peraturan ini diperuntukkan untuk pinjaman yang dilakukan pada tahun 2014 dan sebelumnya.
Baca juga: Erick Thohir Godok PP Hapus Kredit UMKM, Fokus pada Petani dan Nelayan
“Jadi maksudnya 10 tahun terus dari 2014 ke sana kan, 2014, 2013, 2011, dan seterusnya kan Jadi memang sesuatu yang sudah lama sekali dan untuk jumlah yang kecil,” jelasnya.
Mirza pun mengaku sudah berbicara dengan Presiden Prabowo dalam membahas peraturan ini. Meski begitu, pihaknya belum mengetahui apakah diperlukan rumusan melalui Peraturan OJK (POJK) untuk memperkuatnya.
“Menurut saya sih tidak harus, ya. Tapi kamu tanya sama Pak Dian aja. Karena udah ada diperintah Undang-Undang (PPSK) kemudian dari PP, gitu,” katanya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memberi sinyal bakal menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate… Read More
Jakarta - Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat setelah memenangkan Pemilu 2024 dengan… Read More
Jakarta - Bank Mandiri menegaskan komitmen untuk menghadirkan inovasi layanan keuangan guna memberikan kenyamanan dan… Read More
Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan hasil sementara Pemilu Amerika Serikat (AS)… Read More
Jakarta – Bank Indoensia (BI) menargetkan volume transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pada 2025 akan mencapai 5,5… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, merespons keputusan Presiden Prabowo Subianto yang telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP)… Read More