Jakarta – Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) diketahui telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate di level 5,25-5,5 persen pada Rabu lalu (12/6).
Selain itu, The Fed juga memperkirakan di tahun ini hanya akan melakukan pemangkasan suku bunga sebanyak satu kali, dari perkiraan Maret lalu yang diprediksi dapat menurunkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali.
Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas, Inav Haria Chandra, menuturkan dengan adanya ketidakpastian tersebut, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi masih berpeluang untuk menguat di kuartal III-2024.
Baca juga: BEI Catat Investor Pasar Modal Tembus 13 Juta
Ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed tersebut diprediksi juga akan mendorong pelemahan US dolar, sehingga berpotensi mendorong arus likuiditas kembali ke emerging market dan sektor pertambangan terutama logam dasar direkomendasikan untuk menjadi pilihan investasi saat ini.
“Penurunan suku bunga global akan mendorong ekspektasi pemulihan pertumbuhan ekonomi, sehingga berdampak positif terhadap harga logam dasar. Penguatan harga juga akan didukung oleh kebijakan stimulus pada sektor properti yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah China,” ucap Inav dalam keterangan resmi dikutip, 27 Juni 2024.
Sementara itu, Head of Fixed Income Research Sinarmas Sekuritas, Aryo Perbongso menyatakan dengan perkiraan The Fed tersebut, dari sisi pendapatan tetap telah diperhitungkan di pasar.
Sehingga imbal hasil Treasury AS untuk tenor 10 tahun mencapai 4,26 persen pada 20 Juni 2024. Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun meningkat, dan nilai tukar USD/IDR terdepresiasi menjadi Rp16.430.
Baca juga: IFG Life Resmi Akuisisi 80 Persen Saham Mandiri Inhealth
“Kondisi pasar pendapatan tetap Indonesia saat ini menunjukkan perkiraan peningkatan pasokan obligasi pemerintah meskipun terjadi penurunan permintaan,” imbuhnya.
Adapun, kondisi SRBI saat ini cukup baik karena SRBI memberikan imbal hasil bersih yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah dengan jangka waktu yang sama dan sudah mencapai Rp780 triliun, dan untuk obligasi korporasi, pasokannya masih terbatas meski menawarkan imbal hasil yang relatif tinggi. (*)
Editor: Galih Pratama