Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso akan membawa OJK menjadi lebih efisien dalam menggunakan anggaran sebagai bentuk akuntabilitas. Salah satu bentuk efisiensi OJK yakni dengan mengurangi sejumlah pejabat di tingkat deputi komisioner.
Menurutnya, OJK akan lebih mengoptimalkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dengan memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang penting, mengingat dalam struktur kelembagaan di OJK sendiri terlihat cukup gemuk dengan keberadaan 17 deputi komisioner atau setingkat dirjen.
“Ekspektasi stakeholders terhadap kinerja OJK mengharuskan OJK lebih efektif dalam bekerja dan efisien menggunakan anggaran sebagai bentuk akuntabilitas keuangan OJK,” ujar Wimboh usai Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, di Jakarta, Kamis malam, 20 Juli 2017.
Dia mengungkapkan, perampingan pejabat ditingkat deputi komisioner ini bukan hanya sebagai bentuk efisiensi OJK saja, namun kata dia, hal ini juga bertujuan untuk mempercepat proses dalam pengambilan keputusan dengan tetap menjaga kualitas dan manfaatnya yang akan dirasakan oleh masyarakat.
“Kita lakukan perampingan beberapa posisi deputi komisoner, sehingga dengan perampingan ini kita harapkan lebih efisien dan juga lebih cepat dalam pengambilan keputusan, dan kebijakan kita akan lebih baik dan cepat. Kita mungkin memerlukan deputi komisioner lebih sedikit dari sekarang,” ucapnya.
Sementara itu, langkah efisiensi lainnya, lanjut dia, OJK juga akan mengurangi fasilitas Anggota Dewan Komisioner termasuk perjalanan dinas hanya untuk agenda keanggotan OJK dan kehadiran pejabat OJK harus dapat memberikan nilai tambah untuk Indonesia di forum internasional.
Efisiensi yang akan dilakukan Wimboh bukan tanpa alasan. Langkah ini dilakukan Wimboh di OJK, juga sejalan dengan janjinya yang akan mengupayakan agar anggaran lembaganya tidak mengandalkan anggaran negara (APBN).
Pada tahun ini OJK menganggarkan Rp4,37 triliun untuk menjalankan fungsi kelembagaannya. Dana yang mayoritas diambil melalui pungutan dari industri keuangan tahun lalu itu sebesar 86 persen dialokasikan untuk kegiatan administratif, 10 persen untuk operasional, 3,13 persen untuk pengadaan aset. Tahun ini, OJK sendiri menargetkan penerimaan dana iuran sebesar Rp4,66 triliun.
Dalam Pasal 34 UU OJK Nomor 21 Tahun 2011 tersebut dinyatakan, bahwa anggaran OJK bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari sektor jasa keuangan dan yang terkait dengan kegiatannya. Pada 2013 anggaran secara penuh berasal dari APBN, sedangkan pada 2014 dan 2015 sebagian berasal dari pungutan. Selanjutnya, sejak 2016 dan 2017 seluruhnya berasal dari pungutan terhadap industri. (*)