Di laut kita jaya! Itulah yang seharusnya terjadi di Indonesia, negeri dengan laut yang membentang seluas dua pertiga wilayahnya. Laut Indonesia sangatlah kaya dan menyimpan potensi sangat besar. Sayangnya belum digarap secara optimal. Sejumlah pekerjaan rumah harus dituntaskan agar kekayaan laut bisa dimaksimalkan demi mendongkrak kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan. Pekerjaan rumah tersebut ibarat tugas kelompok, harus diselesaikan bersama oleh banyak pihak. Sinergi antara semua stakeholder dibutuhkan agar sektor kelautan dan perikanan nasional bisa berkontribusi lebih maksimal.
Sumber daya perikanan yang besar, khususnya perikanan tangkap tentu harus tetap memperhatikan kelestariannya. Pengelolaan sumber daya ini harus dilakukan dengan baik dan berkelanjutan. Maka itu, optimalisasi potensi kelautan dan perikanan harus memperhatikan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG).
Sustainable development goals mulai disusun sejak tahun 2015 di New York, Amerika Serikat. Sebanyak 193 kepala negara menyepakati agenda pembangunan yang tertuang dalam dokumen berjudul “Transforming Our World : The 2030 Agenda for Sustainable Development” tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara yang menandatangani pelaksanaan SDG. Pemerintah Indonesia memberikan dukungan dengan mengaitkan SDGs dalam agenda pembangunan nasional. Sebagai aksi global yang telah disepakati ratusan pemimpin dunia, SDGs mencakup 17 tujuan atau goals.
Salah satu isu SDGs dalam pembangunan nasional adalah tujuan 14, yakni terkait konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya laut, samudera, dan maritim untuk pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan menjadi sangat penting bagi negara seperti Indonesia, karena secara geografis dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah laut. Fokus target pembangunan kelautan nasional salah satunya adalah regulasi penangkapan ikan dalam mengatasi penangkapan secara illegal, unreported, dan unregulated (IUU) fishing, serta implementasi manajemen perikanan berbasis ilmiah.
Dalam buku Platform Perikanan Nasional untuk Mencapai SDGs 14, Dr. Nimmi Zulbainarni, S.Pi., M.Si. sebagai penulis memaparkan sejumlah tantangan dan masalah yang dihadapi sektor kelautan dan perikanan. Mulai dari akar masalah rendahnya kesejahteraan nelayan, pengelolaan pascapanen yang belum maksimal, hingga persoalan kelembagaan perikanan yang belum mumpuni. Laut Indonesia yang sangat luas menjanjikan potensi sangat besar di sektor perikanan. Tapi sejauh ini pemanfaatannya belum dioptimalkan.
Penulis yang merupakan sarjana perikanandan banyak terlibat dalam diskusi-diskusi terkait pengembangan kelautan dan perikanan juga mengulas bahwa untuk meningkatkan peran dan kontribusi sektor perikanan nasional, dibutuhkan sinergi dari seluruh stakeholders. Mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, nelayan, dan asosiasi. Tujuannya agar terwujudnya kebijakan yang adil dan sejahtera. Sinergi antarseluruh stakeholders tersebut dapat diwujudkan dalam organisasi nasional, sehingga kebijakan pengelolaan dapat terpadu, efektif, dan efisien. Karena itu, penulis menilai perlu adanya platform perikanan yang dapat menjembatani peran multistakeholders di sektor kelautan dan perikanan.
Data dan informasi yang menjadi landasan dalam menyusun rancangan platform perikanan nasional untuk mencapai SDGs 14, ini didapat Nimmi Zulbainarni melalui metode kajian, pengumpulan data, hingga analisis data. Sumber informasinya berupa data sekunder, kajian ilmiah terhadap beberapa literatur, dan pengalaman dalam foruk perikanan dan kelautan. Ada juga yang berasal dari focus group discussion (FGD), dan interview mendalam dengan sejumlah stakeholders perikanan dan pemerintah.
Dari hasil kajian yang dilakukan penulis, didapat kesimpulan bahwa arah tata kelola perikanan Indonesia adalah mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan, kelembagaan nasional perikanan menjadi penting untuk menjembatani stakeholder dan pemerintah sehingga dapat tercipta pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Selanjutnya, permasalahan perikanan tangkap di Indonesia saat ini adalah perikanan tangkap yang belum berkelanjutan dan belum menyejahterakan. Persoalan ini dikarenakan pengelolaan perikanan tangkap yang belum optimal, kesejahteraan pelaku usaha perikanan (nelayan) yang belum tercapai, pengelolaan pasca panen belum optimal, hingga kelembagaan perikanan yang belum mumpuni.
Berkaca pada persoalan yang ada, pemerintah dinilai perlu membentuk kelembagaan platform perikanan nasional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) digagas menjadi leader karena platform ini melibatkan multistakeholder. Lebih konkrit lagi, penulis menyarankan Bappenas membentuk platform perikanan tersebut dalam bentuk direktorat keluatan dan perikanan yang bernaung di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memudahkan komunikasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi.
Bappenas juga bisa menjalankan fungsi sebagai penengah antara stakeholder, sehingga dalam proses pembuatan kebijakan perikanan dapat menghasilkan kebijakan yang menyejahterakan dari hulu ke hilir. Adanya platform perikanan nasional diharapkan membuat arah kebijakan makin selaras dan tidak tumpang tindih. Paling tidak, ada 10 kementerian dan lembaga yang berpengaruh terhadap kebijakan kelautan dan perikanan di Indonesia.
Dengan berbagai kajian dan data yang dimuat, buku ini bisa menjadi referensi bagi pemangku kebijakan di sektor kelautan dan perikanan, dalam merancang kebijakan yang mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Buku ini juga bisa menjadi rujukan bagi para peneliti, akademisi, atau pihak-pihak yang tertarik untuk memahami sektor kelautan dan perikanan nasional, serta potensi dan kontribusinya bagi perekonomian nasional.
Identitas Buku
Judul Buku : Platform Perikanan Nasional Untuk Mencapai SDG’S 14
Pengarang : Dr. Nimmi Zulbainarni, S.Pi., M.Si.
Penerbit : IPB Press
Tahun Terbit : 2021
Tebal Halaman : 78 + 16 Halaman Romawi
ISBN : 978-623-256-562-3
Tentang Penulis :
Dr. Nimmi Zulbainarni, S.Pi., M.Si. merupakan sarjana perikanan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB). Wanita kelahiran Riau, 25 Juni 1974 ini juga meraih gelar Doktor Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) dari IPB pada 2011. Nimmi Zulbainarni juga pernah mengikuti program beasiswa non gelar di Universitas Kagoshima, Jepang. Ia menjadi dosen di IPB sejak 1999. Lalu sejak tahun 2015 menjadi dosen homebase di Sekolah Bisnis (SB)-IPB University. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan SB-IPB University.
Ia juga pernah menjadi pengajar mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Perikanan di program Pascasarjana Sekolah Tinggi Perikanan (STP), dan mengajar mata kuliah sama di Universitas Indonesia (UI). Nimmi Zulbainarni pun aktif di sejumlah kegiatan, kelembagaan, dan forum nasional. Ia pernah menjadi Wasekjen Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI), dan anggota Tim Penasehat Menteri di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Saat ini, ia menjabat sejumlah posisi, antara lain sebagai Sekjen Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), dan Ketua Focus Group Pengembangan EKonomi Maritim Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), dan Wakil Ketua Komisi Tetap Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Departemen Industri Budidaya Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.
Buku ini memuat pemikiran Nimmi Zulbainarni tentang bagaimana tata kelola sektor kelautan dan perikanan nasional, termasuk dari sisi kelembagaan platform multistakeholder perikanan nasional, dan root cause analysis untuk mencapai keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan melalui program komoditas nasional. Buku setebal 78 halaman di tambah 16 halaman Romawi ini dilengkapi dengan data-data pendukung, sehingga cocok bagi para pengambil kebijakan, pelaku usaha, akademisi maupun mahasiswa yang tertarik pada sektor kelautan dan perikanan. Buku ini juga disajikan secara bilingual, yakni dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. (*)