oleh Eko B. Supriyanto
“Satu-satunya penyesalan dalam hidup adalah membeli polis asuransi”, demikian tulis seorang pemegang polis dalam sebuah pesan WhatsApp (WA). “Bayangkan, saya dan keluarga membeli polis asuransi sebuah perusahaan yang sekarang pailit. Bahkan, sopir saya membeli asuransi Bumiputera yang juga belum tahu nasibnya, kapan dibayar,” katanya.
Pemegang polis ini kesal lantaran perusahaan asuransinya dipailitkan. Tidak tahu harus bagaimana. Padahal, setiap bulan lewat kartu kreditnya ia tetap membayar. Ia tidak menuliskan dengan tegas perusahaan asuransi mana. Namun, bisa ditebak, karena menyebut pailit, tentu tidak berlebihan adalah Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life).
Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna (AJK) atau Kresna Life masuk babak baru setelah adanya amar putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan status pailit pada perusahaan asuransi jiwa Grup Kresna tersebut dikabulkan. Sebelum pailit, dilakukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Kasus pailit asuransi pernah terjadi pada Asuransi Jiwa Manulife Indonesia yang sempat diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (13 Juni 2002), tapi dianulir kembali oleh MA (2003). Pemerintah Kanada memprotes keras ke pemerintah Indonesia yang menyebut tidak ada kepastian hukum berbisnis di Indonesia.
Pailit harus lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Itu karena industri keuangan yang berkaitan dengan duit pemegang polis. Beda dengan pabrik tahu atau tempe. Ini perusahaan asuransi yang punya nasabah ratusan ribu. Setor duit semua. Jadi, kalau ada PKPU atau pailit tanpa melibatkan OJK sebagai pihak yang mengawasi tentu tidaklah kondusif bagi industri asuransi sendiri.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi, pasal 50, juga memperkuat kewenangan kepada OJK sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit pada perusahaan asuransi. Sementara, pasal 2, ayat (5), Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan pula kewenangan OJK sebagai pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pailit pada perusahaan asuransi. Harusnya tidak ada kontroversi.
Ada baiknya pihak Kresna Life segera mengajukan peninjauan kembali (PK) begitu surat salinan diterima. Mengapa PK ini penting, selain menunjukkan kepada publik pihak Kresna Life tidak berada di belakang enam pemegang polis, juga sekaligus dapat menyelamatkan industri asuransi secara keseluruhan. Jika melihat pernyataan tertulis (12 Juni 2021) dari manajemen Kresna Life bahwa Kresna Life akan mengajukan PK. Namun, sampai dengan akhir Juni 2021, belum ada kabar pihak termohon mengajukan PK.
Pailit asuransi lewat “jalan tikus” PKPU sungguh tidak market friendly. Karena itu, pihak OJK setidaknya harus membuat upaya hukum luar biasa. Mari memberi dukungan penuh terhadap OJK agar dapat menganulir pailit putusan Pengadilan Niaga pada industri keuangan, khususnya asuransi dan bank. Pailit Kresna Life ini menjadi preseden terburuk industri asuransi.
Terlebih lagi, banyak perusahaan asuransi model “kaleng-kaleng” yang menggunakan uang premi untuk investasi di grupnya sendiri. Uang premi dianggap uang nenek moyangnya. Ambil dari masyarakat dengan janji bagi hasil tinggi, tidak tahunya dibuat untuk memperbesar grupnya.
Hal itu pernah terjadi pada perbankan sebelum krisis 1998. Bank-bank memberikan kredit ke grup sendiri. Jangan sampai ini terjadi di asuransi – yang menggunakan duit pemegang polis untuk investasi di bisnis grup. Kita beri dukungan kepada OJK untuk terus mengatur dan mengawasi soal investasi asuransi ke grup sendiri. Lebih tegas.
Jangan sampai keputusan pailit Kresna Life ini membenarkan pernyataan pengirim WA, bahwa satu-satunya penyesalan hidup adalah membeli polis asuransi di Indonesia. Padahal, kita mendukung asuransi tumbuh sehat, dengan literasi asuransi yang juga dilakukan industri. Jangan sampai uang asuransi yang terkumpul digunakan seperti uang nenek moyangnya. Dan, kalau sudah habis tinggal ke PKPU, lalu pailit. Beres.
Kita melawan pailit asuransi tanpa persetujuan OJK. Kita juga mendukung upaya OJK untuk membereskan perusahaan asuransi “kaleng-kaleng” – yang menganggap uang premi adalah uang nenek moyangnya. Dan, berharap OJK melakukan upaya hukum luar biasa untuk menganulir keputusan pailit. Pak hakim!, pailit Kresna Life itu preseden terburuk industri asuransi. (*)