Kalimantan Barat – Pendidikan menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan pekerjaan, namun belum semua masyarakat menikmati pendidikan formal yang layak dan kesempatan belajar di usia sekolah. Tantangan ini dihadapi oleh sebagian masyarakat di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) terutama perbatasan negara. Pendidikan Non Formal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi salah satu solusi masyakarat perbatasan untuk mengejar ketinggalan mereka dan mendapatkan ijazah.
Salah satunya Vivin Darsanti, pengelola PKBM Mutiara Hati, Melawi, Kalimantan Barat ini telah mengelola PKBM sejak didirikan tahun 2009. Menurutnya, masyarakat disini masih banyak yang buta aksara, tamatan SD dan juga lulusan SMP sederajat. Ia mengatakan, peserta didik yang mengikuti program belajar di PKBM nya pun terdiri dari berbagai jenjang usia yang sudah tidak muda lagi seperti remaja dan dewasa serta rata-rata murid merupakan pekerja kebun sawit yang tingkat kesejahteraan dan pendidikannya rendah.
Dengan demikian, kata dia, pendidikan kesetaraan banyak diminati guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak untuk kesejahteraan kehidupannya. Ditahun 2021, PKBM Mutiara Hati telah meluluskan 110 siswa dan selama 13 tahun, PKBM Mutiara Hati telah meluluskan 980 siswa berbagai jenjang kesetaraan seperti Kejar Paket A (setara SD), Kejar Paket B (setara SMP), dan Kejar Paket C (setara SMA), Keaksaraan Dasar, Keaksaraan Usaha Mandiri, Keterampilan Komputer, Keterampilan Hidup Pemberdayaan (PKHP).
Melakukan program belajar mengajar di wilayah perbatasan tidak semudah di kota besar dimana akses pendidikan dan fasilitas dapat dengan mudah ditemukan. Langkah Vivin menemui banyak kendala, terutama saat kebijakan standarisasi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) telah berlaku untuk pendidikan formal maupun non formal.
PKBM yang dikelola Vivin tidak memiliki fasilitas komputer layaknya sekolah Negeri, ia harus menyewa beberapa komputer di sekolah terdekat setiap bulannya untuk murid-muridnya mendapatkan kelas tambahan atau kursus dan juga Ujian Nasional. “Cukup besar biaya yang kami keluarkan untuk hanya menyewa komputer dan tenaga pendidik kursus komputer, apalagi jumlah murid yang terus bertambah setiap tahunnya. Atau biasanya kami datang ke Sekolah Negeri untuk menyewa ruang komputer,” jelas Vivin.
Begitu pula dengan Hayati, Pengelola PKBM Teluk Batu, Landak, Kalimantan Barat ini memiliki peserta didik dengan tingkatan pendidikan paling banyak tamatan SD. Rata-rata peserta didik PKBM Teluk Batu merupakan petani dan buruh usia dewasa yang kesulitan menjual hasil pertanian mereka sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Masyarakat kecamatan Mandor, Kabupaten Landak ini menurut Hayati sangat ingin meningkatkan taraf hidupnya dengan memiliki keterampilan, oleh karena itu banyak masyarakat yang masuk melalui pendidikan kesetaraan.
Namun disisi lain, ia juga memiliki hambatan yang sama dengan PKBM lainnya diwilayah perbatasan karena kurangnya akses dan fasilitas pendidikan terutama komputer. Digitalisasi pendidikan hanya ada di sekolah formal saja, PKBM yang ia kelola sejak 2014 ini pun tidak memiliki komputer sama sekali bahkan untuk sekedar administrasi apalagi untuk pelajaran maupun UNBK yang sudah disamaratakan. Menurutnya, dengan keterbatasan fasilitas penunjang pendidikan di PKBM tidak menyurutkan semangatnya untuk mengajar anak muridnya.
Hayati berupaya agar anak didiknya tidak tertinggal dengan siswa yang lain paling tidak mereka harus belajar dasar-dasar penggunaan komputer sehingga saat ujian tidak memakan waktu yang lama dan bisa bergantian dengan murid lainnya.
“Secara bergantian mereka menggunakan laptop saya untuk sekedar belajar bagaimana mengenal komputer. PKBM Teluk Batu sangat membutuhkan komputer untuk mempermudah murid-murid mengejar ketertinggalan dan tentunya untuk ujian kelulusan, bagi para guru pun juga berguna untuk mereka mengikuti assestment. Saat ini dalam melaksanakan Ujian Nasional, kami menjalin kemitraan dengan SMKN 01 Ketungau Tengah, sehingga murid PKBM Teluk Batu tidak ketinggalan saat ujian,” tambah Hayati.
Semangat belajar yang ditunjukkan guru-guru PKBM di wilayah perbatasan yang juga masuk dalam wilayah 3T perlu dukungan berbagai pihak baik pemerintah maupun kalangan lainnya. Melalui Askrindo Peduli Pendidikan Wilayah 3T, PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo terus konsisten menaruh perhatian pada upaya PKBM yang ada di wilayah perbatasan dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh fasilitas pendidikan yang memadai.
Sejak tahun 2019 Askrindo secara konsisten mendukung digitalisasi PKBM melalui pemberian 270 Unit Komputer kepada 21 PKBM di Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Di tahun 2022 Askrindo kembali memberikan bantuan 30 unit Komputer kepada 3 (tiga) PKBM yakni PKBM Mutiara Hati di Melawi, PKBM Maju Bersama di Sanggau dan PKBM Teluk Batu di Landak, guna mendukung pendidikan di perbatasan sebagai wujud nyata konsistensi Askrindo di dunia pendidikan dan termasuk program Askrindo Peduli Pendidikan yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di wilayah perbatasan pada program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL).
Nur Aini, Kepala Bagian Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) Askrindo, mengatakan bantuan komputer kepada PKBM ini merupakan salah satu upaya agar masyarakat perbatasan mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak. “Dengan adanya sarana komputer, peserta didik PKBM bisa memanfaatkannya untuk mengikuti ujian akhir kesetaraan dan apalagi disaat pandemi seperti 2 tahun terakhir, fasilitas komputer akan sangat bermanfaat dan memudahkan para guru untuk melakukan pembelajaran jarak jauh atau daring yang masih berlangsung hingga sekarang,” ucapnya. (*)