Pj Gubernur Copot Dirut Bank NTT, Pengamat: OJK Mendapat Tantangan dari POJK yang Dibuatnya Sendiri

Pj Gubernur Copot Dirut Bank NTT, Pengamat: OJK Mendapat Tantangan dari POJK yang Dibuatnya Sendiri

Jakarta – Aksi “copot mencopot” yang dilakukan oleh para Penjabat (Pj) Gubernur terhadap pucuk pimpinan Bank Pembangunan Daerah (BPD) kembali terjadi. Kali ini, Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh Muhammad Syah dan Dirut Bank NTT Alex Riwu Kaho diberhentikan oleh Pj Gubernur masing-masing.  

Pada April lalu, Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah menonaktifkan Muhammad Syah, yang seharusnya menjabat sebagai direktur hingga 2027. Adapun Alex Riwu Kaho diberhentikan oleh Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalake sebagai pemegang saham pengendali (PSP) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank NTT di Kantor Gubernur NTT, Rabu, 8 Mei 2024.

Menanggapi aksi “copot mencopot” yang dilakukan Pj Gubernur NTT, Pengamat Hukum Perbankan Petrus E. Jemadu mengatakan, seorang PSP tidak boleh seenaknya mengganti pengurus Bank NTT.

“Lembaga keuangan khususnya bank, harus tunduk pada lex spesialis atau aturan khusus, karena itu ada undang-undang perbankan, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” kata Jemadu seperti dikutip dari koranntt, 19 Mei 2024.   

Lebih jauh dia menjelaskan, yang bertanggung jawab membina perbankan nasional adalah OJK, dengan tujuan agar bank-bank bisa tumbuh berkelanjutan, untuk membiayai pembangunan ekonomi Indonesia.

“Karena itu, pergantian direksi dan komisaris tunduk pada regulasi khusus UU perbankan, UU OJK, dan semua POJK itu. Tidak tunduk pada syarat-syarat calon direksi dan komisaris dalam Permendagri No 27. Itu untuk perusahan daerah umum, bukan khusus. Kalau khusus tunduk pada UU perbankan. Rezimnya, rezim hukum perbankan, bukan rezim otonomi daerah,” tegas Jemadu.

Baca juga: Lapor OJK, Setelah Bank Aceh, Kini Dirut Bank NTT Diberhentikan oleh Pj Gubernur NTT

Jemadu melanjutkan, dalam POJK nomor 17 tahun 2023 disebutkan pergantian direktur utama dan direktur kepatuhan, apalagi antar waktu atau belum selesai masa jabatan, maka satu bulan sebelumnya harus diberitahukan kepada OJK.

Pun demikian dengan posisi komisaris. Menurutnya, yang ingin menjadi komisaris harus memiliki sertifikat manajemen risiko atau Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) level 4. Ini mengingat Bank NTT sudah menjadi bank devisa.

“Dulu kami mau jadi komisaris, harus sampai BSMR level 2. Sekarang sampai level 4, karena Bank NTT masuk bank devisa,” jelas eks Komisaris Independen Bank NTT itu.

Terkait pemberhentian direktur utama atau direktur, POJK 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum menyebutkan, “Pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan OJK terlebih dahulu”.

Sementara menurut pengamat hukum perbankan yang tidak mau disebut namanya. “OJK mendapat tantangan dari POJK yang dibuatnya sendiri. Tapi sayangnya pejabat OJK daerah sering kali menganggap dirinya anak buah Gubernur dan Gubernur sendiri menganggap raja di daerah. Padahal, OJK itu independen dan tidak bermental bawahan Gubernur. Banyak pejabat OJK daerah merendahkan dirinya di depan Gubernur. Harusnya punya keberanian. Dan, OJK juga berani melakukan evaluasi dari keputusan Pj Gubernur yang menurut kami tidak sesuai dengan POJK tentang tata kelola yang dibuat sendiri,” kata pengamat hukum perbankan yang tak mau disebut namanya kepada kepada Infobank.

Baca juga: Preseden Buruk! Pj Gubernur Aceh Non Aktifkan Sementara Dirut dan Direktur Bank Aceh Tanpa RUPS

Kinerja Bank NTT

Jika menilik dari sisi kinerja, Bank NTT yang dipimpin Alex Riwu Kaho relatif tumbuh. Merujuk laporan keuangan 2023, Bank NTT berhasil menyalurkan kredit Rp 12,47 triliun atau naik 5,57 persen dibanding di periode yang sama di tahun 2022 sebesar Rp11,81 triliun.

Kualitas kredit juga terjaga. Ini tercermin dari rasio non performing finance (NPF) berada pada posisi 1,23 persen (net) dan 2,87 persen (gross).

Adapun pendapatan bunga bersih perseroan mengalami kontraksi 4,88 persen menjadi Rp1,04 triliun, dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,06 triliun.

Sementara laba perseroan sepanjang 2023 juga mengalami penurunan. Pada 2023, laba Bank NTT tercatat sebesar Rp110,15 miliar, atau turun 51,88 persen dibanding tahun lalu Rp228,93 miliar.

Meski demikian, Bank NTT berhasil mencatatkan pertumbuhan aset. Menutup 2023, perseroan mampu membukukan total aset Rp17,32 triliun, naik 1,72 persen. (*)

Related Posts

News Update

Top News