Poin Penting
- Pinjol ilegal masih mendominasi dibanding entitas legal dengan jumlah mencapai ribuan, menunjukkan lemahnya pengawasan dan regulasi.
- Celios menyoroti bunga tinggi dan minim transparansi sebagai ciri utama pinjol ilegal yang menjerat masyarakat berpenghasilan rendah.
- Pemerintah diminta perkuat pengawasan dan literasi keuangan digital melalui kolaborasi lintas sektor untuk menekan praktik pinjaman daring ilegal.
Jakarta – Pesatnya pertumbuhan layanan pinjaman daring (pindar) di Tanah Air tak hanya membuka akses pendanaan yang inklusif, tetapi juga memunculkan fenomena pinjaman online (pinjol) illegal yang merugikan masyarakat.
Pinjol illegal sendiri mengacu pada entitas pemberi pinjaman berbasis digital yang tidak terdaftar atau tidak memiliki izin operasional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan kerap melanggar prinsip transparansi, pelindungan konsumen, serta tata kelola yang baik.
Berbeda dengan pinjaman daring legal yang tunduk pada regulasi seperti POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi dan pengawasan ketat, entitas illegal ini beroperasi di luar sistem formal, sering kali menggunakan cara-cara manipulatif dan intimidatif dalam menarik serta menagih pinjaman.
Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam laporan bertajuk “Dampak Regulasi Batas Maksimun Manfaat Ekonomi Pinjaman Daring” mengatakan, salah satu karakteristik utama pinjol illegal adalah penetapan bunga dan biaya yang sangat tinggi.
Bahkan, kerap kali jauh melampaui batas maksimum yang ditetapkan oleh OJK, atau bahkan tidak dijelaskan sama sekali kepada konsumen.
Baca juga: Daftar 96 Pindar Resmi Berizin OJK per November 2025
“Kurangnya transparansi ini memperbesar risiko praktik predatory lending, di mana peminjam dibebani kewajiban finansial yang tidak proporsional terhadap jumlah pinjaman awal yang akan menyebabkan over-indebtedness, yaitu kondisi ketika individu menanggung beban utang melebihi kapasitas pembayarannya,” tulis laporan tersebut.
Tak hanya itu, fenomena pinjaman daring illegal sering kali menargetkan populasi rentan, termasuk individu berpenghasilan rendah dan mereka yang memiliki literasi keuangan terbatas Keadaan ini menyebabkan peminjam terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diselesaikan.
Pinjol Mendominasi
Berdasarkan data OJK, tren pertumbuhan pinjol ilegal dari tahun ke tahun lebih besar dibanding pindar legal. Tepatnya, periode 2018-2025, menunjukkan jumlah entitas pinjaman ilegal secara konsisten jauh lebih tinggi dibandingkan yang legal, dengan lonjakan tajam terjadi pada tahun 2019 (1.493 entitas) dan mencapai puncaknya pada 2024 dengan 3.240 entitas.
Baca juga: AFPI: Industri Pindar Berperan Penting Dorong Inklusi Keuangan Nasional
Sementara itu, pinjaman legal cenderung stagnan, berkisar antara 88 hingga 154 entitas per tahun, bahkan menurun menjadi 97 entitas pada 2024 dan tetap di angka yang sama pada kuartal pertama 2025.
“Kondisi ini mencerminkan masih besarnya dominasi dan pertumbuhan pinjaman ilegal di tengah terbatasnya ekspansi entitas legal, yang mengindikasikan perlunya penguatan regulasi, pengawasan, dan literasi keuangan masyarakat untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh maraknya praktik pinjaman daring illegal,” tulis laporan Celios.
Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda mendorong penindakan pinjol ilegal melalui pelacakan, pemblokiran, dan pengawasan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), serta menyusun peta jalan regulasi yang menyeimbangkan kepentingan industri dan pelindungan konsumen.
Tak hanya itu, peningkatan literasi keuangan digital juga dinilai krusial. Sebab, literasi keuangan digital harus menjadi tanggung jawab bersama.
“Selalu kita sampaikan (melalui) kolaborasi dan kampanye untuk mendorong bahwa literasi keuangan (digital) itu bukan hanya (peran) di OJK, Komdigi, tapi juga setiap sektor, termasuk pendidikan, “ pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra









