Jakarta – PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) pada hari ini (14/10) secara resmi meluncurkan Harga Pasar Wajar (HPW) Sekuritas Bank Indonesia yang terdiri dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
Penerbitan Harga Pasar Wajar instrumen SRBI secara perdana ini dilakukan setelah PHEI ditetapkan oleh BI sebagai pihak yang melakukan penilaian dan penerbitan HPW instrumen SRBI.
PHEI juga telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai syarat untuk dapat melakukan penilaian dan penerbitan HPW instrumen SRBI.
Direktur Utama PHEI, M. Kadhafi Mukrom, menyampaikan peluncuran HPW instrumen SRBI merupakan bagian dari upaya kolektif yang dilakukan untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional dan diharapkan dapat turut menciptakan iklim investasi yang kondusif dan transparan.
Baca juga: Korea Investment and Sekuritas Indonesia Hadirkan 11 Waran Terstruktur Terbaru
Di mana, total outstanding mencapai Rp7.552,23 triliun yang meliputi 1.304 seri jenis instrumen efek bersifat utang dan sukuk, baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun korporasi.
Ia juga berharap hadirnya HPW Sekuritas Bank Indonesia dapat menjadi pendorong bagi peningkatan integritas dan kredibilitas pasar keuangan Indonesia di mata dunia.
“Penilaian dan penetapan HPW dilakukan PHEI dengan menggunakan sumber data primer yang terverifikasi serta sumber data sekunder yang juga reliable. Metodologi yang digunakan juga secara luas digunakan oleh lembaga penilaian harga efek di beberapa negara,” ucap Kadhafi dalam sambutannya di Jakarta, 14 Oktober 2024.
Baca juga: Bos BI Pastikan Instrumen SRBI Tak Bikin Perbankan Kekeringan Likuiditas
Khadafi menambahkan, peluncuran dari HPW sebagai instrumen investasi dapat menjadi acuan bagi para investor, khususnya investor institusi untuk bertransaksi di pasar sekunder. Ini juga sebagai alternatif investasi selain dari Surat Berharga Negara (SBN).
“Terkait dengan valuasi dari SRBI ini bisa melakukan dari pada investor agar menjadi acuan bagi mereka melakukan pembelian di pasar sekunder, jadi kalau mereka tidak mempunyai patokan mereka bisa mengacu pada harga yang tidak merugikan melalui sistem kami di BIPS (Bond Information and Pricing Services) ya,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama