Jakarta – Sejumlah peternak ayam layer mulai mengeluhkan produksinya, akibat ketiadaan jagung sebagai bahan baku utama pakan. Dengan harga jagung yang saat ini sudah ada mencapai Rp5.800 per kilogram, ancaman naikknya harga telur di bulan depan semakin pasti, di mana biaya jagung berkontribusi 50 persen dari total biaya produksi pakan.
Polemik impor jagung yang dibuat oleh Kementerian Pertanian (Kementan) membuat Forum Peternak Layer Nasional merasa kesal. Kementan dianggap kontraproduktif karena mengajukan rekomendasi, namun menyangkal kelangkaan jagung di pasaran. Ayam layer merupakan ayam petelur yang dipelihara hingga umur sekitar 75 pekan dengan masa produksi sekitar umur 20-75 pekan.
Presidium Forum Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi menganggap, sikap Kementan tersebut tidak adil. Di satu sisi, Kementan terus mengimbau peternak layer untuk meningkatkan produksi agar tidak perlu melakukan impor daging maupun telur ayam ras. Tapi di sisi lain, Kementan seakan menghambat turunnya surat rekomendasi impor yang telah disepakati karena adanya kontradiksi dalam internalnya.
“Kita menggugat ketidakadilan posisi dari Kementan untuk memenuhi kebutuhan kami. Masak untuk hal yang segenting ini, yang menyangkut kepentingan nasional, sudah hampir seminggu buat rekomendasi impor saja nggak turun-turun. Ada apa sebenarnya?” ujar Ki Musbar, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 8 November 2018.
Dirinya juga mengingatkan, harga jagung yang saat ini semakin tinggi sebagai pakan ayam layer, tentu akan memicu harga telur yang meningkat. Dia memperkirakan, harga telur di bulan Desember akan bisa menyentuh Rp40 ribu per Kg. Untuk itulah, ia mendesak agar surat rekomendasi impor dapat segera diturunkan. Tidak dapat disanggah, peternak layer membutuhkan kejelasan suplai jagung sampai akhir tahun nanti.
“Desember bisa Rp40 ribu karena dari farmgrade Rp30 ribu,” ucapnya.
Terus berulangnya kejadian kelangkaan jagung pun membuat paternal memandang Kementan tidak bisa mengantisipasi rutinitas tahunan ini. Pasalnya, tiap tahun di kisaran bulan Juli-Oktober, harga jagung biasa naik. Dengan pernyataan Mentan yang menganggap impor 50-100 ribu ton dalam rekomendasi adalah jumlah yang sangat kecil. Di mana angka tersebut tidak bisa dipandang bahwa stok jagung nasional mengalami kondisi defisit.
“Itu katanya jumlah kecil. Padahal, Ditjen Tanaman Pangan mencari 1.000 ton saja sampai 14 hari. Itu di Blitar,” paparnya.
Sementara itu, Menteri Amran menjelaskan, adanya impor jagung 100 ribu ton menjelang akhir tahun ini sekadar untuk mengontrol kestabilan harga. Hal Ini juga merupakan respons dari demo hampir 2 juta peternak di Blitar yang mengatakan mahalnya harga jagung. “Sebentar lagi kita panen raya lagi ini sebagai kontrol saja,” tegasnya.
Sebelumnya , Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan, keputusan mengimpor 100 ribu ton itu merupakan rekomendasi dari Kementan. Ia meminta pihak Kementan tidak membelokkan fakta tersebut. “Jangan menyalahkan yang lain. Kalau harga naik itu ada yang kurang, sederhana saja. Surplus itu besar sekali angkanya, 13 juta ton. Tapi buktinya, harga naik terus. Kamu simpulkan sendiri,” ketusnya. (*)