Jakarta – Perusahaan pelayaran berbasis di Panama, Shining Shipping S.A. menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan ini diajukan lantaran penggugat keberatan atas penyitaan aset yang berhubungan dengan kasus Asabri.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan ini diajukan pada 20 Agustus 2021 lalu. Perkara ini bernomor 199/G/2021/PTUN.JKT. Penggugat merasa keberatan dengan adanya penyitaan 51% saham PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) di PT Hanochem Shipping.
Menanggapi gugatan tersebut Pengamat Hukum Pidana Universitas Gajah Mada, Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan, pada dasarnya Shining Shipping S.A masuk sebagai pihak ketiga yang memiliki itikad baik dan seharusnya dilindungi oleh undang-undang.
Namun dirinya menyarankan agar Shining Shipping S.A tidak hanya menggugat Jaksa Agung di PTUN namun juga mengajukan keberatan terhadap Pengadilan Tipikor wilayah hukum kasus tersebut. Hal itu sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu menyebutkan bahwa, putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik akan dirugikan.
“Aksi hukum Shining Shipping S.A tersebut adalah hal yang wajar, lantaran merasa dirugikan terkait penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung. Shinning Shipping bisa juga mengajukan praperadilan terhadap penyitaan tersebut,” ujar Akbar kepada wartawan, Rabu 25 Agustus 2021.
Sebelumnya Akbar menyebut jika penegakan hukum yang salah bisa mempengaruhi ekosistem pasar modal ataupun dunia investasi sebuah negara, apalagi jika investasi tersebut melibatkan negara lain. Ia memberi contoh ketika penegak hukum melakukan penyidikan ke lembaga-lembaga tertentu, otomatis saham perusahaan yang terdampak ikut jatuh dan jika pihak yang terdampak adalah perusahaan asing maka efeknya sudah tidak sesederhana yang dibayangkan.
“Untuk itulah bagaimana pasar modal dan penegakan hukum itu harus berintegrasi dengan baik. Seharusnya kalau ada penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana di sebuah perusahaan atau yang menyangkut pasar modal, seharusnya prinsip good corporate governancenya tetap harus dijaga,” tegas Akbar.
Sementara Fauzi Jurnalis dari Jurnalis & Ponto Law Firm sebagai kuasa hukum dari Shining Shipping SA memberikan penjelasan mengenai gugatan tersebut.
“Klien kami yang bernama Shining Shipping S.A. (selaku Penggugat pada Perkara Tata Usaha Negara No. 199/G/2921/PTUN-JKT tanggal 20 Agustus 2021) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pendanaan perkapalan yang berkedudukan di Panama serta merupakan kreditur yang sah dari PT Hanochem Shipping berdasarkan perjanjian pinjaman yang dibuat sejak 2012,” ujar Fauzi dalam keterangan resmi.
Fauzi mengatakan bahwa pemegang saham dalam PT Hanochem Shipping adalah PT Trada Alam Minera Tbk selaku pemegang 51% saham dan Mitsui O.S.K. Lines, Ltd (perusahaan asing berkedudukan di Jepang) selaku pemegang 49% saham.
Menurutnya, terkait fasilitas pinjaman yang diberikan kepada PT Hanochem Shipping, maka berdasarkan Hukum Keperdataan Indonesia, pinjaman tersebut telah diberikan jaminan berupa Kapal yang benama LNG Aquarius milik PT Hanochem Shipping dan 51% saham PT Trada Alam Minera Tbk pada PT Hanochem Shipping, sebagaimana dimuat pada Akta Hipotek Pertama yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan dan Akta Notaril Perjanjian Gadai Saham.
“Bahwa dengan adanya proses penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana dan investasi pada PT Asabri (persero) yang melibatkan sdr Heru Hidayat sebagai tersangka, kemudian Kejaksaan Agung telah melakukan penyitaan terhadap objek-objek yang sudah diikat sempurna sebagai jaminan pembayaran hutang kepada Shining Shipping S.A, yakni Kapal LNG Aquarius dan Gadai 51% Saham milik PT Trada Alam Minera Tbk pada PT Hanochem Shipping,” katanya. (*)