Poin Penting
Jakarta - Keputusan pemerintah mengubah bentuk kelembagaan BUMN dari kementerian menjadi badan mendapat perhatian khusus dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim mengatakan, perubahan ini diharapkan membuat BUMN menjadi lebih lincah, efisien, dan fokus dalam menjalankan perannya sebagai regulator, tanpa kehilangan fungsi pengawasan negara.
“Dengan perubahan ini, penyelenggara BUMN bisa lebih gesit dalam pengambilan keputusan bisnis, tapi tetap diawasi oleh BPK maupun KPK,” kata Rivqy, dinukil laman DPR, Jumat, 3 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, perbedaan mendasar antara kementerian dan badan terletak pada fungsi kelembagaannya. Kementerian cenderung birokratis dalam pengambilan keputusan, sementara badan dapat bekerja lebih cepat dan responsif.
Namun, kewenangan pengawasan tetap ada, termasuk menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) hingga penetapan direksi.
“Badan tetap regulator. Sedangkan operator tetap dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Jadi tidak ada tumpang tindih, hanya model kelembagaannya yang diubah agar lebih efektif,” ujar Legislator Fraksi PKB itu.
Menurut Rivqy, langkah ini sejalan dengan keinginan Presiden Prabowo agar BUMN bisa melakukan perbaikan struktural dalam 2–3 tahun ke depan.
Baca juga : KLB Keracunan MBG di Bandung Barat, Komisi IX DPR Minta Evaluasi Menyeluruh
DPR, kata dia, melalui Komisi VI, berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi secara berkala agar transformasi ini benar-benar menghasilkan BUMN yang sehat, transparan, dan kompetitif.
“Jangan sampai perubahan hanya sebatas bentuk kelembagaan. Harus ada output nyata berupa kinerja yang lebih baik, pelayanan publik yang lebih kuat, dan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” tegasnya.
Rivqy menambahkan, reformasi BUMN juga harus menjawab kritik publik yang menilai BUMN terlalu birokratis, boros, dan sarat konflik kepentingan. Dengan transformasi ke badan, diharapkan lahir tata kelola yang lebih modern, efisien, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
Di satu sisi, Komisi VI DPR RI menegaskan akan memperketat pengawasan terhadap tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rivqy menyampaikan, DPR tidak akan memberi ruang bagi praktik-praktik yang merugikan publik, terutama terkait pemberian bonus bagi direksi BUMN yang masih mencatat kerugian.
“BUMN yang rugi tidak boleh memberikan bonus kepada direksinya. Bonus hanya boleh diberikan apabila Key Performance Indicator (KPI) tercapai,” tegasnya.
Baca juga: Kemenkop Dorong Sinergi Kopdes Merah Putih dengan Perbankan dan Swasta
Menurut Rivqy, praktik pemberian bonus di perusahaan pelat merah yang sedang merugi, menciptakan persepsi buruk di masyarakat dan menggerus kepercayaan publik terhadap BUMN.
Oleh karena itu, DPR mendorong penerapan prinsip reward and punishment yang jelas dan terukur.
“Kalau KPI tidak tercapai, tidak ada bonus. Kalau tercapai, barulah ada hak bagi direksi untuk mendapatkan bonus atas kinerjanya,” ujar Legislator Fraksi PKB dapil Jawa Timur IV.
Page: 1 2
Poin Penting Rupiah berpotensi menguat didorong ekspektasi kuat pasar bahwa The Fed akan memangkas suku… Read More
Poin Penting Pertamina EP memperkuat praktik keberlanjutan dan transparansi, yang mengantarkan perusahaan meraih peringkat Bronze… Read More
Poin Penting RBC dan RKI TUGU melampaui industri, masing-masing di 360,9% dan 272,6%, menunjukkan kesehatan… Read More
Poin Penting Pembiayaan perbankan syariah diproyeksi tumbuh dua digit pada 2025–2026, masing-masing menjadi Rp709,6 triliun… Read More
Poin Penting IHSG dibuka menguat 0,27% ke level 8.663, dengan mayoritas saham berada di zona… Read More
Poin Penting Harga emas Galeri24 dan UBS kompak turun Rp8.000 per gram, melanjutkan tren penurunan… Read More