Bandung – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat adanya potensi pada pasar modal syariah sebagai sumber pendanaan dan instrument investasi dalam pengembangan pasar modal Indonesia. Meski begitu, pasar modal syariah hingga November 2022 menunjukan pertumbuhan yang melambat yaitu hanya sebesar 9,75% atau Rp207,44 triliun.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana, mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong perlambatan pada pertumbuhan pasar modal syariah, salah satunya pada perilaku para investor.
“Jadi, sepertinya investor kita ini belum benar-benar berdedikasi untuk menghidupkan syariahnya, masih kecondongan untuk follow the money,” ucap Djustini dalam Workshop Media Gathering Pasar Modal 2022 di Bandung, 25 November 2022.
Ia menambahkan bahwa, seringkali pasar modal syariah dipandang sebagai produk investasi yang minim risiko, sehingga menurutnya tidak perlu adanya penjaminan. Kemudian, kepercayaan masyarakat juga seharusnya menjadi lebih tinggi.dibandingkan pasar modal konvensional.
“Tetapi faktanya justru harus ada penjaminan dan itu cost. Harus ada sertifikat dan pendapat keahlian yang berujung cost yang otomatis, ketika dilakukan penawaran ini akan menyebabkan nilai bagi cost issuernya lebih tinggi,” imbuhnya.
Sehingga, ia menegaskan bahwa sebenarnya pasar modal syariah tidak sekedar mencari uang ataupun mengumpulkan uang untuk menghasilkan keuntungan yang lebih banyak tetapi harus lebih dilihat dari keberkahannya dan lebih bersih kinerja industrinya.
Adapun, berdasarkan data yang diolah oleh OJK, kapitalisasi pasar modal syariah Indonesia tercatat tumbuh 12,22% menjadi Rp4.470,49 triliun hingga 18 November 2022 dari Rp3.983,65 triliun di 2021. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra