Jakarta – Ekonom CORE, Hendri Saparini mengatakan, target pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5% pada tahun 2022 ini bisa tercapai. Dirinya berharap, pertumbuhan ekonomi yang positif ini dapat dinikmati oleh semua kalangan (inklusif) dan merata.
“Inklusif, yaitu yang dirasakan oleh lebih banyak kelompok masyarakat bukan pertumbuhan yang didorong oleh sekelompok kecil masyarakat. Pertumbuhan ekonomi memang ada, tetapi cenderung ke kelompok atas. Kelompok bawah spendingnya berdasarkan BLT (Bantuan Langsung Tunai). belum ada additional income yang memadai,” jelas Hendri, 10 Oktober 2022.
Menurutnya, hal ini menjadi pekerjaan besar pemerintah untuk membuka kesempatan bagi masyarakat kelompok bawah dan menambah penghasilan mereka. “Kelompok bawah tidak menikmati pertumbuhan. Dan jadi PR besar yang kita tunggu bagaimana menggerakkan pelaku dibawah agar mereka bisa melakukan kegiatan ekonomi sehingga ada pendapatan tambahan,” tegasnya.
Kenaikan harga BBM tidak dirasakan oleh kelompok atas, dan kelompok bawah atau rentan diberikan BLT. Namun ini soal waktu saja, sampai harga-harga terkoreksi dan mempengaruhi konsumsi masyarakat. “Artinya kalau ada kenaikan harga BBM, kelompok bawah itu mereka melakukan pengurangan konsumsi bukan pada round pertama, tetapi nanti dia akan kena diselanjutnya, karena akan menaikkan harga yang selama ini masih ditunda,” jelas Hendri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun ini akan tetap strong, dan bisa berada di kisaran 5% karena konsumsi dalam negeri yang kuat, windfall ekspor dan investasi di sektor hulu yang masih tumbuh.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, Indonesia salah satu dari dua negara G20 dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, bahkan mengalahkan Inggris. “Maka di tahun ini insya Allah kita bisa tumbuh di 5 persen,” kata Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Golkar itu.
Sementara itu, Direktur Program Indef Esther Sri Astuti mengatakan, terkait dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang optimis di angka 5%, hal itu akan mengembalikan tren pertumbuhan ekonomi yang positif sebelum dihantam covid-19. “Memang rata-rata, secara tren data historis, Indonesia memang 5%. Itu saat kondisi normal. Namun saat pandemi kan minus. Kemudian kita mencoba memulihkan ekonomi,” terangnya.
Menurut dia, angka 5% merupakan angka yang positif, mengingat kondisi ekonomi domestik dan global belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Apalagi ditambah ancaman resesi global akibat konflik geopolitik serta krisis pangan dan energi. “Kalau kita bisa mencapai 5% itu sudah bagus. Karena prediksi tahun depan adalah resesi global akibat konflik geopolitik dan dampak covid-19 yang belum sepenuhnya selesai,” tutupnya. (*)