oleh Agung Galih Satwiko
PASAR saham di Asia kemarin menguat didorong oleh naiknya harga minyak pada sesi perdagangan Asia. Indeks Nikkei Jepang naik 0,5% (ytd -12,1%) dan indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,8% (ytd -9,4%). Di Eropa, DAX Jerman naik 1,2% (ytd -7,7%), dan S&P 500 di AS naik 0,6% (ytd 0,4%).
Investor di wilayah Asia menghadapi ketidakpastian yang beragam, mulai dari potensi kenaikan Fed fund rate bulan Juni, volatilitas di pasar minyak, pelambatan di China, hingga ketidakpastian mengenai langkah otoritas Jepang dalam mengatasi menguatnya nilai tukar Yen. Komentar dari pejabat the Fed William Dudley dan Jeffrey Lacker pada hari Jumat yang menegaskan ekspektasi bank sentral AS untuk menaikkan Fed fund rate pada bulan Juni dan dikombinasi dengan rilis minutes of meeting FOMC yang hawkish, membuat pasar mulai mengantisipasi kenaikan Fed fund rate pada bulan Juni. Citi research melaporkan bahwa investor global menarik sekitar USD626 juta dari reksa dana di Asia sepanjang minggu lalu.
Dari Jepang, parlemen Jepang mendesak Pemerintah untuk segera menerapkan kenaikan pajak penjualan. Sebelumnya pajak penjualan di Jepang rencananya akan dinaikkan dari 8% menjadi 10% pada bulan April 2017. Namun Perdana Menteri Shinzo Abe terkesan berencana untuk menunda kenaikan pajak tersebut karena melihat kondisi ekonomi Jepang yang belum juga membaik. Parlemen Jepang mempertimbangkan bahwa dengan kenaikan pajak penjualan tersebut Pemerintah Jepang memiliki kemampuan yang lebih besar untuk meningkatkan stimulus fiskal. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada Q1 2016 tercatat sebesar 1,7% (qoq annualized).
Group of seven (G7) melakukan pertemuan di Sendai Jepang pada hari Jumat dan Sabtu minggu lalu. Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G7 mengakhiri pertemuan 2 hari tanpa adanya keputusan atau komitmen untuk melakukan koordinasi kebijakan stimulus baik moneter maupun fiskal. Sementara itu tensi antara Tokyo dan Washington meningkat setelah baik pejabat Pemerintah Jepang maupun pejabat BOJ menegaskan akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melemahkan Yen. Sementara di sisi lain US Treasury Secretary Jack Lew menyatakan bahwa penguatan Yen masih di jalur fundamentalnya. Negara-negara G7 selama ini telah berkomitmen untuk tidak secara sengaja melakukan pelemahan mata uangnya untuk memperkuat ekspor.
Harga minyak dunia ditutup turun namun membukukan penguatan harga sepanjang minggu lalu. Harga WTI crude Nymex untuk pengiriman Juli turun USD0,3 (0,5%) ke level USD48,4 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Juli turun USD0,1 (0,2%) ke level USD48,7 per barrel. Produksi dan ekspor minyak dari Libya dikabarkan mulai berlanjut pasca penghentian sekitar dua minggu lalu akibat konflik. Sementara data kilang minyak AS tetap di angka 318 unit.
Yield UST relatif tidak bergerak meskipun kemungkinan naiknya Fed fund rate semakin nyata setelah komentar hawkish pejabat the Fed William Dudley dan Jeffrey Lacker. Yield UST tenor 10 tahun tetap di level 1,84%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 tahun telah turun 43 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara itu yield UST 30 juga tetap di level 2,63%. Di Eropa, yield German bund tenor 10 tahun juga relatif tetap di level 0,17%.
Pasar SUN ditutup melemah, yield SUN tenor 10 tahun naik 6 bps ke level 7,93% (ytd turun 81 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%). IHSG ditutup naik 7 poin (0,2%) ke level 4.711 (ytd 2,6% – akhir tahun sebesar 4.593). Investor asing membukukan net buy sebesar Rp115 miliar, sehingga year to date investor asing masih membukukan net buy sebesar Rp2 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah melemah Rp43 ke level Rp13.608 per Dolar AS. NDF 1 bulan melemah Rp33 ke level 13.715 per USD. CDS 5 tahun turun (persepsi risiko turun) 3 bps ke level 194 bps. CDS Indonesia 5 tahun telah turun 36 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 230 bps. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK