Jakarta – Perang Rusia-Ukraina membuat banyak pihak cemas akan kondisi perekonomian global. Invasi Rusia ke Ukraina juga semakin membuat rumit kondisi inflasi dan kenaikan harga komoditas secara global. Tercatat, Inflasi Eropa naik mencapai 7,5% per Maret 2022, atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat di angka 5,9%.
Inflasi global yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina ini harus bisa diantisipasi oleh setiap negara. Pasalnya, inflasi global yang terjadi saat ini diprediksi masih panjang selama perang kedua negara tersebut masih berlangsung. Untuk itu, Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) menghimbau pemerintah Indonesia untuk bisa mewaspadai hal tersebut.
“Inflasi ini adalah situasi ekonomi yang saya kira akan lama selesainya baik ditingkat global maupun di Indonesia juga. Saya kira semuanya tahu penyebab inflasi pertama demand dan supply, kali ini ditambah dengan perang Rusia-Ukraina,” ujar Ketua BSBI, Muhammad Edhie Purnawan dalam diskusi Infobank bertema ‘Harga Kian Mahal, Recovery Terganggu?’ secara virtual, 7 April 2022.
Dirinya pun berharap, pertemuan negara G20 yang digelar di Indonesia bisa membawa perubahan yang lebih baik terutama dampak inflasi dari perang Rusia-Ukraina tersebut. Apalagi, penyelenggaraan G20 di Indonesia ini fokus membahas agenda ekonomi negara-nega G20. Rusia dan Ukraina sendiri sama-sama memiliki peran dalam ekonomi dunia. Kegiatan perdagangan dan investasi kedua negara, punya pengaruh signifikan.
“Kita perlu mendiskusikan ini sebagai regulator seperti Kementerian maupun Bank Indonesia bisa mencermati setiap menit kondisi seperti ini. Apalagi Indonesia menjadi tuan rumah G20 ini diharapkan bisa membawa perubahan yang sangat besar, kalau kita bisa mempengaruhi itu, saya kira kita bisa berbuat yang lebih baik,” ucapnya.
Inflasi global akibat perang Rusia-Ukraina ini harus diantisipasi pemerintah Indonesia. Apalagi saat ini berbagai bahan kebutuhan rumah tangga mengalami kenaikan harga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66% secara bulanan (month-to-month/mtm). Menurut BPS, inflasi Maret 2022 merupakan tertinggi sejak Mei 2019.
Adapun tiga penyumbang terbesar inflasi Maret 2022 berdasarkan kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya. Kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,47% (mtm) dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,38%.
Maka dari itu, lanjut Edhie, koordinasi antara regulator seperti Bank Indonesia dan Pemerintah perlu ditingkatkan untuk menjaga laju inflasi hingga akhir 2022. Apalagi, ada kekhawatiran kenaikan harga-harga yang terjadi belakangan ini seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga minyak goreng yang diprediksi bisa memicu inflasi di 2022 lebih tinggi dari perkiraan Pemerintah yang dipatok sebesar 3,0%.
“Inflasi is everyday is everywhere. Persoalan harga-harga yang meningkat, persoalan macam-macam termasuk seperti persoalan pandemi. Inflasi itu sama seperti perampok, mematikan. Jadi kita sebagai bangsa Indonesia harus mempersiapkan untuk mengantisipasi hal-hal ini,” tutup Edhie. (*)