Persoalan Muamalat di Mata KSSK, Sistemik atau Tidak?

Persoalan Muamalat di Mata KSSK, Sistemik atau Tidak?

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menilai, persoalan Muamalat (PT Bank Muamalat Indonesia) terkait dengan kinerja keuangannya mulai dari masalah kekurangan modal sampai dengan persoalan kredit bermasalah (NPF) dianggap masih tahap wajar dan belum masuk dalam tahap pengawasan khusus oleh regulator.

Sebagai informasi sejak lima tahun terakhir, Bank Muamalat mengalami masalah kekurangan modal, di mana pada kuartal III 2017 rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) menurun menjadi pada kisaran 11,58 persen. Padahal pada periode yang sama di tahun sebelumnya CAR Bank Muamalat tercatat sebesar 12,75 persen.

Selain permasalahan kecukupan permodalan, Bank Muamalat sejauh ini juga tengah melakukan bersih-bersih kredit bermasalah. Pasalnya, kenaikan NPF sudah dihadapi Bank Muamalat sejak 2014. NPF Muamalat pernah menyentuh level 7,11 persen pada akhir tahun 2015 silam. Dan mulai menurun menjadi 4,54 persen di kuartal III 2017.

Baca juga : Kuartal III-2017 Panin Bank Bukukan Laba Rp 2,19 Triliun

Memang, belum adanya investor yang berminat untuk membeli Bank Syariah pertama di Indonesia ini, menjadi persoalan Muamalat lainnya. Seperti diketahui, PT Minna Padi Investama gagal mengakuisisi Muamalat. Namun demikian, Muamalat mengaku masih membuka diri dan mencari investor yang potensial untuk menjadi pembeli siaga (stand by buyer).

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menyatakan, jika dilihat dari size banknya, Persoalan Muamalat cenderung kecil bila dibandingkan dengan Bank besar. Jika dibandingkan dengan Bank Mandiri atau BRI yg mengalami itu mungkin menjadi sistemik. Dengan demikian, persoalan Muamalat ini tidak akan berdampak siginifika terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.

“Kalo dilihat dari sizenya, itu tidak signifikan kalo dibandingkan dengan sistem keuangan kita. Jadi sebenarnya bank itukan relatif sangat kecil sekali dibandingkan dengan Bank Mandiri ataupun BRI,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.

Penyataan Erwin tersebut bukan sebagai regulator di perbankan, namun dalam kapasitasnya BI sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dalam hal ini, seharusnya persoalan Muamalat ini bisa segera disikapi oleh regulator perbankan. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bagi KSSK untuk dibahas di dalam forum terkait dengan permasalahan yang tengah dihadapi Muamalat.

“Tapi ini kalo dilihat dari sizenya tidak termasuk yang (mengganggu stabilitas sistem keuangan). Tapi kalo seandainya dia mempunyai nilai yang bersejarah dan lain-lain bisa saja dilaporkan. Saya yakin itu pasti ada penyelesaiannya,” ucapnya.

Belakangan dikabarkan, Minna Padi batal mengakuisisi Bank Muamalat, lantaran adanya Conditional Share Subcription Agreement (CSSA) atau perjanjian jual beli bersyarat antara Minna Padi dengan Bank Muamalat yang telah berakhir pada 31 Desember 2017 lalu. Namun Muamalat masih membuka diri bagi investor lain untuk masuk dan menjadi pembeli siaga.

Direktur Utama Bank Muamalat, Achmad K. Permana kepada Infobank pernah mengatakan, bahwa sejauh ini perseroan tetap membuka kesempatan bagi investor lain termasuk PT Bahana Sekuritas yang digadang-gadang juga siap mengakuisisi Bank Muamalat yang akan menerbitkan saham baru (rights issue).

“Saat ini terbuka bagi investor lain untuk masuk (akuisisi Muamalat), tapi sejauh ini saya belum mendengar kalau Bahana akan masuk,” katanya.

Bahana Sekuritas yang merupakan anak usaha PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) diangggap memiliki kemampuan untuk ikut mengakuisisi Bank Muamalat. Namun demikian, keputusan tersebut baru bisa dilakukan apabila telah ada penugasan resmi dari pemerintah.

Dengan batalnya Minna Padi sebagai stand by buyer rights issue Bank Muamalat, maka proses rights issue Bank Muamalat tetap berjalan dengan potensial investor yang lain. Menurutnya, pemegang saham pengendali tetap mendukung jalannya proses rights issue.

“Pemegang saham pengendali tetap berkomitmen dan mendukung rights issue Bank Muamalat. Dan saat ini terbuka untuk investor lain untuk masuk,” ucapnya.

Asal tahu saja, rencana pengambilalihan mayoritas saham Bank Muamalat oleh Minna Padi memang terganjal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya tuntas sebelum akhir tahun lalu. Pasalnya, sampai dengan 31 Desember 2017 OJK belum memberi lampu hijau Minna Padi untuk mengakuisisi Bank Muamalat.

“Sebaiknya hal itu bisa ditanyakan ke pihak Minna Padi atau OJK yaa terkait izin,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, pengamat Perbankan, Pradjoto menambahkan, dengan gagalnya transaksi jual beli antara Minna Padi dengan Bank Muamalat, maka tidak ada jalan lain bagi OJK untuk dapat menempatkan Muamalat berada dalam pengawasan khusus.

“Bank Muamalat adalah bank yang memiliki sejarah kelahiran fenomenal dan satu-satunya bank yang dilahirkan melalui perintah Presiden Soeharto, untuk melayani umat. Karena pemilik bank muamalat tidak mau atau menghindar untuk menambah modal, maka tidak ada jalan lain bagi OJK kecuali menempatkan muamalat berada dalam pengawasan,” paparnya.

Namun untuk menghindari Bank Muamalat ditutup, kata Pradjoto, mungkin 3 bank Badan Usaha Milik Negara (Mandiri, BNI dan BRI) bisa mengambil alih Muamalat dengan harga rendah dan seluruh existing shareholders dilusi dan akan menjadi catatan bagi OJK, untuk menutup pintu masuk bagi mereka di masa depan.

Karena jika dilihat situasi Bank Muamalat sungguh sangat dilematis. Terlebih kalau posisi historisnya, Bank Muamalat ini dibuang sayang, dipelihara malang. (*)

Related Posts

News Update

Top News