Jakarta – Financial technology (fintech) masih menjadi solusi dalam memfasilitasi permasalahan akses layanan keuangan dan mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Servis finansial berbasis teknologi yang diusung oleh fintech juga mengubah model bisnis pinjaman konvensional ke sistem digital.
Melalui digital, kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh fintech tentunya perlu didukung oleh ekosistem yang memadai. Salah satunya adalah informasi tentang calon peminjam, baik secara finansial maupun non-finansial. Informasi ini digunakan untuk memberikan skor atau nilai kelayakan seorang peminjam. Semakin tinggi skor yang dihasilkan, maka tingkat kelayakan mendapatkan pinjaman semakin naik.
Oleh karena itu, sebagai perusahaan teknologi dan kecerdasan buatan, ADA memiliki kemampuan untuk membuat dan menjalankan sistem analisis profil calon peminjam dengan menyediakan variabel-variabel non-finansial. Analisis yang dilakukan dapat memangkas proses panjang, seperti wawancara tatap muka. Hal ini bermanfaat untuk memastikan proses yang dibutuhkan tetap dapat berjalan meskipun di tengah-tengah keterbatasan akibat pandemi.
“Sistem analisis kelayakan kami dapat memangkas proses panjang untuk pengajuan dan persetujuan pinjaman. Setelah menerima data yang dibutuhkan dari mitra fintech, kami akan mengirimkan SMS kepada calon peminjam untuk meminta persetujuan pengolahan informasi dan penilaian,” jelas Country Director Reach, ADA in Indonesia Yogi Triharso melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa 22 Desember 2020.
Analisis yang diberikan oleh ADA bertujuan untuk melengkapi informasi yang dimiliki oleh fintech. Informasi non-finansial ini dapat memberikan gambaran tentang perilaku pengeluaran, daya beli, dan gaya hidup dari calon peminjam. “Rekomendasi yang diberikan oleh ADA bersifat melengkapi, bukan yang utama. Namun, dengan adanya informasi non-finansial ini, gambaran tentang profil peminjam akan lebih menyeluruh,” ujar Yogi.
Dirinya berharap sistem analisis ini dapat membantu fintech melakukan analisis kelayakan peminjam dengan lebih mudah dan cepat. Dengan demikian, layanan pinjaman finansial akan semakin terjangkau bagi pengusaha kecil-menengah yang masih termasuk ke dalam kategori unbanked dan underbanked.
Sebagai informasi saja, penetrasi jasa keuangan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Berdasarkan laporan e-Conomy South East Asia (SEA) 2019, terdapat setidaknya 92 juta orang di Indonesia yang masuk ke dalam kategori unbanked dan 47 juta orang di kategori underbanked. Hal ini cukup disayangkan mengingat pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) termasuk di dalamnya.
Dengan faktor tersebut, pengajuan pinjaman menjadi proses yang tidak mudah bagi UKM tanpa catatan finansial atau sejarah transaksi yang memadai. Padahal, profil bisnis UMKM yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menyatakan bahwa potensi UKM di Indonesia yang berjumlah 62,4 juta tersebut begitu besar dan memiliki daya serap tenaga kerja hingga 97%. Namun hanya 30% yang telah memanfaatkan akses ke layanan keuangan. (*)