Jakarta — Ahli hukum senior Prof. I Gde Pantja Astawa menilai permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kapolri dan Interpol untuk menerbitkan red notice dalam upaya menangkap Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjh Nursalim (IN) merupakan tindakan sewenang-wenang dan tindakan melawan hukum.
Guru besar Universitas Padjadjaran Bandung itu sependapat dengan pandangan Dr Maqdir Ismail seperti dikutip beberapa media bahwa langkah KPK merupakan tindakan berlebihan dan tidak berdasar hukum. “Saya dukung sepenuhnya pernyataan Maqdir Ismail yang merespon tindakan KPK soal red notice. Bahkan saya menilai tindakan KPK soal red notice itu adalah tindakan sewenang-wenang berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) huruf b UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga merupakan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad),” kata Prof Gde Pantja Astawa kepada media di Jakarta, Senin (25/11).
Dijelaskan, dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b tersebut ditentukan bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang apabila tindakannya bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ia juga menilai bahwa tindakan KPK yang sewenang-wenang soal red notice juga merupakan tindakan yang tidak masuk akal atau tidak beralasan (kennelijk onredelijk).
Ada tiga hal yang, menurut ahli hukum tersebut, mendasari pendapatnya. Pertama, dalam putusan Kasasi MA secara tegas disebutkan bahwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) tidak melakukan perbuatan korupsi, juga tidak terbukti merugikan keuangan negara. Apa yg dilakukan SAT sebagai Kepala BPPN hanya menjalankan kewajiban dan melaksanakan perintah jabatan.
Kedua, oleh karena dalam perkara SAT yang didakwa melakukan tindak pidana bersama-sama dengan SN dan IN telah diputuskan MA bahwa SAT tidak terbukti melakukan perbuatan pidana korupsi, maka mutatis-mutandis SN dan IN juga tidak melakukan perbuatan korupsi.
Ketiga, Putusan Kasasi MA itu sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). “Suka atau tidak suka, fakta adanya putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap harus diterima dan dihormati,” tandas Prof Pantja Astawa.
Tindakan KPK soal red notice, menurut Pantja Astawa, merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa atau onrechtmatig overheidsdaad karena bertentangan dengan UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Khususnya ketentuan tentang larangan penyalahgunaan wewenang (bertindak sewenang- wenang), dan bertentangan dengan UU Tipikor terkait dengan kerugian keuangan negara (vide Pasal 2 dan Pasal 3),” katanya.
“Dalam kasus a quo tidak terbukti terjadi kerugian negara oleh sebab Laporan hasil audit investigasi BPK Tahun 2017 dinilai Majelis Hakim Kasasi tidak sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan BPK No.1 Tahun 2017. Dengan tidak terbuktinya kerugian negara, maka tidak ada satu pun orang bisa ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, termasuk SN dan IN,” demikian disampaikan Prof Pantja Astawa. (*)
Poin Penting Kredit Bank Mandiri naik 13,1% menjadi Rp1.452 triliun. DPK tumbuh 15,9% dengan aset… Read More
Poin Penting STRK agresif ekspansi ke pasar ekspor di tengah lesunya pasar domestik. Capex Rp10… Read More
Poin Penting IHSG melemah 0,83% pada pekan 22–24 Desember 2025 ke level 8.537,91, seiring turunnya… Read More
Poin Penting IHSG melemah 0,83% pada pekan 22–24 Desember 2025 dan ditutup di level 8.537,91.… Read More
Poin Penting STRK menggandeng Coco Bali Pte Ltd untuk memperkuat ekspansi global melalui peluncuran tiga… Read More
Poin Penting UMP 2026 telah ditetapkan di 38 provinsi berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2025,… Read More