Jakarta – Survei terbaru Synology In menunjukkan hampir 90 persen departemen IT di Indonesia mengalami keterbatasan anggaran dalam menghadapi berbagai tantangan. Mulai dari volume data yang terus bertambah, tuntutan regulasi yang makin ketat hingga risiko keaamanan dari ancaman serangan siber.
Di banyak perusahaan Indonesia, tim IT juga masih harus bergantung pada perpaduan sistem yang sudah jadul, proses manual, atau kombinasi hardware dan software yang tidak seragam.
“Pendekatan seperti ini meningkatkan risiko human-error, kehilangan data, hingga downtime operasional terutama jika terjadi serangan siber,” jelas Clara Hsu, Country Manager di Synology dikutip 21 Mei 2025.
Beberapa tahun terakhir, kasus ransomware yang menyerang brand ternama seperti perusahaan elektronik asal Jepang, Casio pada tahun 2025, raksasa semikonduktor TSMC, hingga produsen pesawat Boeing pada tahun 2023. Ini membuktikan bahwa bahkan sistem IT yang sudah matang pun tetap rentandan proses pemulihannya bisa sangat mahal dan memakan waktu.
Baca juga: Teknologi Data Streaming Tingkatkan Kinerja dan Efisiensi Perbankan
Dilema Anggaran dalam Perlindungan Data
Clara menjelaskan, data kini menjadi tulang punggung operasional setiap bisnis. Baik itu data pelanggan, laporan keuangan, maupun sistem internal—kehilangan akses ke informasi penting walau hanya sebentar bisa berdampak besar.
Namun, mengelola perlindungan data bukan pekerjaan mudah. Banyak tim IT harus menggunakan berbagai software berbeda untuk penyimpanan data, backup, dan pemulihan. Hal ini seringkali menciptakan inefisiensi, biaya operasional yang tinggi, dan celah keamanan dalam sistem.
Membangun sistem perlindungan data yang tangguh tidak selalu harus menambah anggaran besar. Pendekatan yang lebih strategis—dengan mengadopsi solusi terintegrasi yang dirancang khusus untuk backup dan pemulihan data—bisa menjadi jawabannya.
“Kami melihat banyak tim IT di Indonesia harus membuat keputusan sulit antara keamanan dan efisiensi, terutama di tengah keterbatasan anggaran. Ini menunjukkan pentingnya solusi yang mudah diimplementasikan dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing organisasi,” ujar Clara.
Menurutnya, pendekatan yang kini banyak dipertimbangkan adalah penggunaan solusi terintegrasi yang secara khusus dirancang untuk mendukung proses backup dan pemulihan data secara menyeluruh.
“Dengan sistem yang terpadu, tim IT tidak perlu lagi mengelola berbagai platform yang berdiri sendiri—yang kerap menimbulkan kerumitan operasional dan celah keamanan,” tambahnya.
Salah satu contohnya adalah Synology ActiveProtect Appliance, solusi all-in-one yang menggabungkan hardware dan software dalam satu platform terpadu.
“Dengan ActiveProtect, tim IT dapat mengelola backup secara terpusat di berbagai lokasi dan workload dan menghemat bandwidth dan ruang penyimpanan lewat teknologi deduplikasi global,” jelasnya.
Baca juga: BCA Beberkan Sederet Manfaat Penggunaan Teknologi AI, Apa Saja?
Selain itu, kata Clara, tim IT juga bisa menjaga integritas data dengan pengecekan pemulihan otomatis, eningkatkan keamanan melalui kontrol akses berbasis peran dan otentikasi, dan melindungi data backup dengan penyimpanan offline dan fitur imutabilitas.
Solusi seperti Synology ActiveProtect Appliance dapat membantu tim IT melakukan simulasi pemulihan bencana dalam lingkungan yang aman (sandbox), sehingga potensi celah atau kelemahan dapat diidentifikasi dan diperbaiki sebelum menjadi masalah nyata.
“Kesiapan ini dapat menjadi penentu utama dalam mempercepat proses pemulihan dan meminimalkan dampak terhadap bisnis,” jelasnya.
Sementara, di tengah tuntutan efisiensi dan keterbatasan anggaran, tim IT di Indonesia perlu berfokus pada investasi yang cerdas—memilih solusi yang tidak hanya memperkuat keamanan dan menyederhanakan operasional, tetapi juga siap tumbuh bersama bisnis.
“Dengan strategi yang tepat dan fondasi perlindungan data yang andal, perusahaan dapat menjaga kontinuitas operasional, melindungi aset digital, dan membangun sistem IT yang tangguh untuk menghadapi tantangan masa depan,” tutupnya. (*)










