Jakarta–Masih terdaftarnya Iran sebagai negara blacklist (daftar hitam) bagi sebagian negara di dunia terkait dengan program nuklir Iran, membuat lembaga perbankan nasional masih ragu untuk menjalin bisnis dengan industri perbankan Iran.
Pernyataan tersebut seperti disampaikan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulya E. Siregar di Jakarta, Kamis, 17 Maret 2016. “Sejauh ini bank kita masih khawatir bisnis dengan Iran. Karena, Iran masih tetap masuk blacklist. Itu yang membuat bank ragu bisnis dengan Iran,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan bahwa Indonesia akan membuka kembali hubungan perbankan dengan Iran. Hal itu dikatakan Jokowi usai pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif pada KTT Luar biasa OKI 2016, beberapa waktu lalu.
Selama ini kerja sama ekonomi dan investasi terkendala karena belum dibukanya transaksi perbankan oleh Indonesia dengan Iran akibat sanksi ekonomi terhadap Iran. Presiden Jokowi menegaskan otoritas perbankan di Indonesia, Bank Indonesia dan OJK, telah menyanggupi untuk menindaklanjuti rencana kerja sama tersebut.
Mulya mengatakan, kendati sejumlah negara besar sudah mencabut sanksi pembatasan program nuklir Iran, namun Financial Action Task Force (FATF) masih memasukkan Iran sebagai negara blacklist. “Kami berharap FATF bisa segera melakukan penyesuaian, karena sudah tidak ada masalah lagi,” ucapnya.
Lebih lanjut Mulya mengungkapkan, jika kerja sama perbankan sudah terjalin optimal, kata Mulya, ke depannya diharapkan lembaga perbankan nasional dapat mendukung entrepreneur Indonesia untuk kembali berhubungan bisnis dengan Iran.
“Tapi kalau blacklist itu masih ada di FATF itu, teman-teman perbankan masih khawatir dong untuk berhubungan dengan perbankan di sana,” tukas Mulya. (*)
Editor: Paulus Yoga