Jakarta – Sejauh ini perkembangan pemulihan ekonomi global masih lambat, bahkan penuh ketidakpastian, lantaran pandemi COVID-19 masih terus terjadi terutama di negara-negara Amerika Latin seperti Brasil. Bahkan, Singapura merilis data resmi yang menegaskan bahwa perekonomian negara tersebut sudah masuk ke zona resesi.
Pada saat yang sama, perkembangan perekonomian Indonesia juga terindikasi mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif di kuartal kedua 2020 ini. Untuk itulah, dikeluarkannya UU No. 2/2020 tentang Percepatan Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Pandemi COVID-19 menjadi penting dan strategis.
UU tersebut kemudian dielaborasi ke dalam berbagai Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan OJK, Keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), dan sebagainya yang kesemuanya itu bersinergi dalam percepatan pemulihan ekonomi supaya di kuartal ketiga dan keempat serta seterusnya bisa tumbuh positif sehingga perekonomian Indonesia terhindar dari resesi.
Adapun hingga kini sektor perbankan Indonesia masih terbilang solid dengan indikator rasio-rasio keuangan yang baik. Di sinilah sektor perbankan nasional diharapkan dapat memberikan kontribusinya untuk percepatan pemulihan ekonomi setelah sejumlah relaksasi kebijakan diterbitkan oleh Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK, dan LPS.
Penurunan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 4% oleh Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia kemarin (16/7) menegaskan bahwa perbankan harus segera menyesuaikan suku bunga supaya memberikan insentif kepada pelaku usaha untuk berekspansi. Sehingga, mengajukan fasilitas kredit baru maupun menambah fasilitas kredit.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan, program penjaminan bagi perbankan sangat penting guna menjamin penyaluran kredit bagi pemulihan ekonomi nasional. Dalam kondisi new normal karena pandemi COVID-19, kita harus survival mode untuk memasuki era new normal dengan melihat peluang yang ada, adaptif hingga melakukan inovasi baru.
“Terkait new nomal Bank Indonesia hingga saat ini terus berusaha menyempurkan layanan digitalisasi di sektor keuangan. Karena dengan kondisi new normal teknologi dibutuhkan penguatan pada informasi dan telekomunikasi,” ujar Destry dalam Webinar Akurat bertema “Peran Perbankan Memulihkan Perekonomian Saat New Normal” di Jakarta, Jumat, 17 Juli 2020.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan jika perbankan memiliki peran sangat besar lantaran menjadi tulang punggung atau kunci untuk recovery ekonomi. Mengingat semua sektor dunia usaha mengalami penurunan. “Perbankan sebagai media intermediasi tentu mempunyai permasalahan yang harus diselesaikan. Mereka harus mendapat dana untuk disalurkan, peran pemerintah menjadi sangat penting,” jelasnya.
Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto pun menyatakan desain bauran kebijakan yang baik dan konstruktif dari Kemenkeu, BI dan OJK ini menjadi stimulus yang tepat untuk perbankan nasional sehingga dorongan untuk ekspansi bisa diwujudkan. Melalui kebijakan fiskal, dari sisi permintaan diupayakan untuk meningkat sehingga mendorong permintaan kredit baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumtif.
“Alhasil, pertumbuhan kredit secara tahunan diharapkan bisa meningkat dan fungsi intermediasi berjalan lebih optimal,” tutupnya. (*)