Jakarta – Teknologi digital yang terus berkembang telah memberikan kemudahan bagi masyarakat. Namun, teknologi dianggap kerap merubah tatanan yang sudah ada. Semakin cepat perkembangan teknologi, semakin masif tatanan yang terdisrupsi, termasuk di industri jasa keuangan seperti perbankan.
Dewasa ini, digitalisasi tidak hanya mengubah proses manual menjadi terotomasi, tetapi menciptakan layanan dan produk baru yang tidak dimungkinkan sebelumnya dengan derap perubahan yang sangat cepat. Secara tidak langsung, perubahan ini berdampak pada pengurangan jumlah cabang selama lima tahun terakhir dan pergeseran keahlian yang dibutuhkan.
Baca juga: Hybrid Banking, Kunci Eksistensi Perbankan di Era Teknologi Digital
Disrupsi secara masif ini perlu dibarengi dengan perubahan pengelolaan SDM. Ketua Umum Forum Human Capital Perbankan Indonesia (FHCPI) Suryantoro Waluyo menegaskan bahwa diperlukan upaya dan tindak lanjut yang cepat, serentak, dan menyeluruh agar industri perbankan di Indonesia dapat mengimbangi laju perubahan teknologi.
“Industri perbankan harus mampu bertahan agar tetap relevan, dan mampu memanfaatkan bonus demografi menuju era Indonesia Emas di 2045,” ujar Suryantoro dikutip 8 Desember 2023.
Lebih lanjut, perubahan digitalisasi yang masif telah memaksa seluruh aspek pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), mulai dari desain pekerjaan dan organisasi, peningkatan bidang keahlian baru (reskilling), cara mengelola talenta masa kini, hingga kiat-kiat manajemen remunerasi yang dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini pun tentunya perlu diantisipasi.
Baca juga: PwC Sebut 4 Teknologi Digital Ini Diharapkan Bisa Diterapkan di 2045
Untuk mengantisipasi ini, FHCPI pun menyelenggarakan konferensi untuk membahas dan mengevaluasi tren digitalisasi terkini. Sekitar 100 peserta yang hadir mewakili 40-an bank mengulas dan berdiskusi tentang kondisi manajemen SDM sektor perbankan di Indonesia saat ini serta tren masa depan yang perlu diantisipasi dan ditindaklanjuti. (*)