Kemajuan Indonesia dinilai signifikan karena telah memiliki UU No. 8/2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 9/2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, maupun penerbitkan Peraturan bersama mengenai Proliferasi senjata pemusnah massal.
Pengalaman dan kapasitas Indonesia dalam isu ini juga dipercaya dapat memberi nilai tambah yang signifikan bagi FATF beserta anggota dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Di tingkat internasional, Indonesia adalah anggota aktif dalam The Egmont Group, Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG), termasuk menggiatkan serangkaian kerja sama Financial Intellegence Unit (FIU) Indonesia dengan FIU negara-negara lain.
Selain itu, Indonesia juga telah memberikan sumbangsihnya bagi komunitas internasional dengan menyusun Regional Risk Assessment on Terrorism Financing yang pertama di dunia, menginisiasi National Risk Assessment on Money Laundering/Terrorist
Indonesia menyambut baik keputusan FATF di Valencia, dan akan berkomitmen untuk memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan, termasuk dengan menyelesaikan proses Mutual Evaluation Review (MER), sebagai bukti kepatuhan Indonesia terhadap rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk dengan melibatkan 15 Kementerian dan Lembaga terkait untuk menyempurnakan dan melengkapi hal-hal yang masih perlu dilakukan terkait pelaksanaan MER pada November 2017.
Dengan akan diterimanya Indonesia sebagai anggota FATF, maka negara Indonesia menjadi setara dengan negara-negara maju dalam memerangi secara aktif tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap meningkatnya kredibilitas Indonesia sebagai negara yang bermartabat di mata dunia internasional. (*)
Editor: Paulus Yoga