Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam bertransisi ke energi terbarukan, salah satu hal yang paling berisiko adalah menghentikan batu bara. Di mana hal tersebut akan membutuhkan pembiayaan yang sangat besar.
“Banyak lembaga keuangan biasanya memperlakukan pembiayaan batu bara ini sebagai pembiayaan ‘kotor’ dan karena itulah mereka tidak bersedia membiayainya,” ujar Sri dalam konferensi pers Financing Transition in ASEAN, Kamis, 30 Maret 2023.
Lebih lanjut, Menkeu menerangkan bahwa taksonomi Indonesia saat ini dalam konteks Taksonomi ASEAN yang baru saja dirilis versi 2, yang sudah mengakomodir kebutuhan transisi energi untuk negara-negara seperti Indonesia. Tidak hanya membangun energi baru dan terbarukan, tetapi juga bagaimana mempensiunkan lebih banyak pembangkit listrik yang berbasis batubara.
“Ini adalah kemajuan nyata, dan saya melihat ada banyak itikad baik baik dari internasional, dari regional ASEAN, maupun dari dalam Indonesia, untuk benar-benar melaksanakan komitmen ini untuk menghindari bencana perubahan iklim,” ujar Menkeu.
Saat ini, Sri mulyani mengakui pihaknya tengah bekerja lebih detail pada prinsip yang dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan dalam ekosistem pembiayaan perubahan iklim.
“Bahwa Indonesia dan ASEAN membuat kemajuan yang nyata dan konkret. Menurut saya, Taksonomi ASEAN versi 2 mungkin jadi yang pertama di dunia yang mengakui pembiayaan untuk transisi energi melalui kategori hijau dan kuning yang memberikan kejelasan tentang klasifikasi atau kategori dan kemudian bagaimana mengukurnya,” ungkap Sri Mulyani.
Selain itu, taksonomi ini akan memberikan kepastian bagi sektor keuangan untuk melihat proyek-proyek yang dapat dipertimbangkan di dalam dukungan pembiayaannya.
“Ini akan menjadi salah satu pencapaian terpenting dalam ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting yang diselenggarakan oleh Indonesia ini,” katanya. (*)
Editor: Galih Pratama