Jakarta – Ekonom Ryan Kiryanto mencatat hingga saat ini Debt to GDP Ratio Indonesia sudah mencapai 38,50%. Jumlah ini terus bertambah selama pandemi dan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Ryan mengungkapkan bahwa peningkatan utang selama pandemi adalah hal yang wajar. Menurutnya, beberapa negara besar lain, seperti Jepang, Tiongkok, dan India juga mencatatkan peningkatan utang selama pandemi. Hasilnya pun sudah terlihat dari pemulihan ekonomi yang ada.
“Semua negara karena pandemi butuh biaya besar untuk penanganan krisis kesehatan. Debt to GDP indonesia masih sangat sehat, masih sangat prudent, dan manageable. Secara internasional, setiap negara sebaiknya membatasi Debt to GDP hingga 60%,” jelas Ryan kepada Infobank seperti dikutip Selasa, 14 September 2021.
Lebih jauh, Ryan berpesan agar penambahan utang tidak perlu menjadi polemik. Selama dilakukan dengan tujuan yang jelas dan koridor aman, utang luar negeri bisa menjadi salah satu penopang perekonomian selama pandemi.
“Kalau negara ada tendensi menambah utang, tidak perlu dipolemikkan. Justru aneh kalau ada negara yang selama pandemi utangnya menurun. Tidak aneh kalau utangnya bertambah untuk membiayai krisis kesehatan,” jelasnya. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More
Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More
Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More