“Implementasi credit rating masih ada room yang perlu diperkuat lagi dari sisi pelaporannya. Ada swasta yang pinjam ULN belum comply untuk meminta credit rating kepada lembaga pemeringkat. Rata-rata tingkat kepatuhannya baru 27 persen. Jadi sekitar 73 persen masih belum lakukan credit rating. Padahal ini mandatori peraturan yang tujuannya tidak overleverage,” paparnya.
Lebih lanjut dia menilai, masih rendahnya korporasi yang menerapkan credit rating lebih disebabkan masalah sosialisasi ketentuan, sehingga banyak perusahaan yang menganggapnya bukan mandatory (keharusan).
“Enggak apa-apa kami akan lihat progress-nya yang penting BI sampaikan secara aktif hal ini. Saya yakin ke depan akan naik. Kalau kami lihat debiturnya perusahaan asing lalu tidak dapat rating, lalu dapat teguran dari BI, itu catatan record yang kurang baik bagi mereka. Makanya mereka akan comply,” tutupnya. (*)
Editor: Paulus Yoga
Jakarta – Menjelang akhir 2024, PT Hyundai Motors Indonesia resmi merilis new Tucson di Indonesia. Sport Utility Vehicle (SUV)… Read More
Jakarta - Donald Trump telah kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada Pemilu yang… Read More
Jakarta - Romy Wijayanto, Direktur Keuangan & Strategi Bank DKI menerima penghargaan sebagai Most Popular… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan pada Oktober 2024 tercatat sebesar Rp7.576,8 triliun, atau… Read More
Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menegaskan peran strategis koperasi, khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam… Read More
Jakarta – Optimisme para pelaku usaha di Inggris terhadap ekonomi di Tanah Air masih solid.… Read More