Jakarta – Direktur Bisnis Penjaminan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), Henry Panjaitan, menyatakan bahwa management risk industri penjaminan di Indonesia masih perlu ditingkatkan lagi. Menurutnya, masih terdapat beberapa kekurangan pada kapasitas pengelolaan risiko industri penjaminan kredit di Indonesia.
“Kita lagi membangun ekosistem non banking, tapi tantangannya adalah apakah kita bisa memosisikan diri kita sejajar dengan mitra perbankan. Nah, di Jamkrindo kita sadar betul bahwa isu soal risk management itu sangat penting,” ujar Henry pada acara seminar nasional bertajuk ‘Setengah Abad Penjaminan Kredit UMKM Berkontribusi Bagi Ekonomi Negeri: Peran Industri Penjaminan Kredit dalam Pengembangan UMKM’ yang diadakan Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) bekerja sama dengan Majalah Infobank di JW Marriott Hotel Jakarta, Jumat, 17 November 2023.
Baca juga: OJK Beberkan Sederet Tantangan yang Masih Dihadapi Industri Penjaminan
Ia membandingkannya dengan industri perbankan, di mana isu credit risk adalah hal yang penting untuk disikapi. Saking pentingnya isu credit risk ini, lembaga perbankan memiliki posisi direktur sendiri yang khusus menangani persoalan credit risk.
“Kalau di kita itu kan direktur risk itu lebih ke enterprise risk management, jadi fokus pada credit risk yang sudah dilakukan oleh lembaga perbankan dan sebenarnya adalah menu utama kita juga itu belum benar-benar ter-address dengan baik,” terangnya.
Maka dari itu, pihaknya di Jamkrindo terus berupaya mengoptimalkan proses credit risk management-nya agar bisa sejajar kapasitas dan kualitas risk management-nya dengan yang dimiliki oleh lembaga perbankan. Hal ini juga mencakup proses assessment dalam seleksi mitra. Ia menjabarkannya sebagai aspek “know your customer”.
“Kita punya pengalaman waktu kita memilih mitra, kita tidak melakukan assessment yang betul. Jadi memang kompetensi teman-teman di penjaminan ini dalam memilih mitra itu sangat valid,” sebutnya.
Baca juga: Asippindo Ungkap Peran Perusahaan Penjaminan Bagi UMKM
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa pihaknya pernah beberapa kali menjamin sejumlah mitra yang memiliki kemampuan eksternal loan kurang baik. Ia lalu membandingkan kondisi yang ada dengan perusahaan penjaminan di Korea, Jepang, bahkan Thailand yang dinilainya sudah memiliki kapasitas penjaminan yang solid.
“Jadi, kita harus tahu mitra kita ini apa sih yang dilakukannya. Jangan sampai ada mitra yang karena dijamin dia akan melakukan moral hazard. Temen-temen harus punya kemampuan know your customer atau mengetahui mitra, kemampuan meng-assess risiko, baru kita masuk ke penjaminan,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja