Jakarta – Hingga September Tahun 2022, Pemerintah telah membukukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) Hulu Migas sebesar Rp174.887 miliar. Sedangkan PNBP tahun 2021 yakni Rp188,178 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp188,233 miliar.
Tata kelola BMN hulu migas diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 140 tahun 2020 yang bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan aset serta mengakomodir perkembangan bisnis pada industri hulu migas yang ada di Indonesia.
BMN hulu migas terdiri dari tanah, harta benda modal, harta benda inventaris, material persediaan, limbah sisa produksi dan limbah sisa operasi. Salah satu bentuk pengelolaan terhadap BMN hulu migas adalah pemanfaatan dalam bentuk sewa dan pinjam pakai, yang dilakukan terhadap aset berupa tanah dan harta benda modal.
Pada dasarnya fungsi aset/BMN hulu migas adalah untuk digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan usaha hulu migas. Akan tetapi dalam hal penggunaannya belum optimal, dapat dilakukan pemanfaatan oleh pihak lain sehingga dapat menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Selain menghasilkan PNBP, pemanfaatan BMN juga ditujukan untuk mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain yang tidak berwenang,” ujar Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, Direktur Hukum dan Humas DJKN dalam keterangannya Jumat, 28 Oktober 2022.
Adapun, nilai total BMN hulu migas pada Neraca LKPP tahun 2021 sebesar Rp577,71 triliun. Diantaranya terdapat 5 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan nilai BMN terbesar yakni PT Pertamina Hulu Mahakam dengan nilai BMN Rp62 triliun, PT Pertamina Hulu Rokan sebesar Rp59,64 triliun, Mobil Cepu Ltd. Sebesar Rp47,74 triliun, Conoco Philips Ind. Inc. sebesar Rp42,13 triliun dan PT Pertamina EP sebesar Rp41,09 triliun. (*) Irawati