Pengamat Wanti-wanti Risiko Kredit Macet Kopdes Merah Putih

Pengamat Wanti-wanti Risiko Kredit Macet Kopdes Merah Putih

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto berencana membentuk 70.000 Koperasi Desa (KopDes) Merah Putih yang dijadwalkan meluncur pada 12 Juli 2025 atau bertepatan dengan Hari Koperasi Indonesia.

KopDes Merah Putih ini akan melibatkan pembiayaan dengan bunga rendah. Dalam menyukseskan program ini, pemerintah menugaskan himpunan bank milik negara (Himbara), yakni BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN untuk meminjamkan dana mencapai Rp5 miliar/koperasi desa sebagai modal awal. 

Meski dianggap baik untuk mendukung perekonomian, gebarakan Presiden Prabowo ini juga perlu mendapatkan perhatian serius. Jangan sampai, KopDes Merah Putih jadi “beban” baru bank BUMN. Pasalnya, pembiayaan koperasi tak terlepas dari risiko kredit bermasalah, bahkan bisa berujung menekan profitabilitas bank.

Menurut Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), perlu adanya perhatian khusus pada manajemen risiko dan regulasi dalam penerapan KopDes Merah Putih yang melibatkan Himbara.

“Keputusan anggaran awal melalui kredit dari bank-bank Himbara baik adanya, sepanjang tetap memperhatikan manajemen risiko dan regulasi perbankan,” ujar Trioksa kepada Infobanknews, dikutip, Kamis, 13 Maret 2025.

Baca juga: Menkop Pastikan Koperasi Desa Merah Putih Tak Akan Matikan Bumdes

Lebih jauh dia menjelaskan, sejatinya Himbara memang memiliki fungsi intermediasi, dengan memberikan kredit atau pinjaman kepada pelaku usaha. Itu merupakan hal yang normal. Namun, Himbara harus tetap mengedepankan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke KopDes Merah Putih.

“Hal tersebut masih normal, namun harus tetap memperhatikan manajemen risiko, regulasi dan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit ke koperasi yang tergolong baru dibentuk,” jelasnya.

Risiko Kredit Macet

Salah satu yang menjadi perhatian adalah adanya potensi kredit macet. Ini menjadi sorotan sekaligus diantisipasi agar pembiayaan tersebut tetap berkualitas. Trioksa menyakini, bahwa Himbara akan mematuhi ketentuan dan regulasi yang ada terkait dengan kriteria khusus dalam pemberian kredit kepada KopDes Merah Putih.

“Kredit macet kan belum terjadi karena pembiayaan belum dilaksanakan, namun perlu diantisipasi agar pembiayaan tersebut tetap berkualitas,” tandasnya.

Selain itu, tambah Trioksa, dampak terhadap profitabilitas bank juga bisa dilihat dari dua sisi, yakni menekan atau justru bisa berkontribusi terhadap kinerja perbankan.

“Bisa jadi dari dua sisi, menekan profitabilitas atau berkontribusi pada profit tergantung kualitas kredit dari koperasi tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menyatakan, pembentukan KopDes Merah Putih seharusnya mengedepankan prinsip dari bawah ke atas (bottom up), bukan top down, atau dibentuk oleh anggota untuk keperluan anggota koperasi. Sehingga, dapat menciptakan fondasi yang kokoh dalam pembentukan KopDes Merah Putih.

“Dengan demikian, koperasi seperti itu berdiri di atas batu karang yang kokoh. Ketika koperasi dibentuk dari atas, itu seperti membangun rumah di atas pasir sehingga mudah longsor. Fondasinya tidak kuat,” ungkap Paul.

Paul menyatakan, sebelum menyalurkan kredit, koperasi perlu membentengi diri dengan tata kelola yang baik dan benar. Untuk itu, wajib bagi KopDes Merah Putih untuk mempersiapkan terlebih dahulu calon pengurus dan pengawas yang sudah dibekali dengan pengetahuan tentang pengelolaan koperasi, termasuk manajemen kredit, pengawasan, manajemen keuangan sederhana, serta Good Corporate Governance dan manajemen risiko.

Baca juga: Korupsi Sudah Stadium Empat, Menyoal “Kredit Komando” untuk Koperasi Merah Putih Rp280-360 Triliun

Pemerintah juga patut mempertimbangkan potensi risiko jika dana yang diberikan oleh bank BUMN kepada koperasi mengalami macet. Hal ini terkait dengan potensi risiko kenaikan Non Performing Loan (NPL) di Himbara, yang pada akhirnya memengaruhi profitabilitas.

“Oleh karena itu, kucuran kredit dari bank kepada koperasi sudah sepatutnya secara bertahap. Selain itu, cara itu juga sambil melihat apakah manajemen kredit koperasi itu berjalan baik atau tidak,” imbuh Paul.

Sementara skema pelunasan kredit yang mengandalkan alokasi dana desa tahunan bisa menjadi langkah yang positif, namun cukup berisiko. Untuk memitigasinya, perlu ada aturan formal yang jelas, seperti Peraturan Pemerintah (PP) mengenai dana kredit dari bank Himbara yang bisa menjadi payung hukum.

“Dengan demikian, ada aturan yang dapat menjadi payung hukum bagi Himbara dalam menyalurkan kredit kepada KopDes Merah Putih,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

Top News

News Update