Jakarta – Ancaman serangan siber di pemerintahan dan lembaga-lembaga internasional diprediksi akan terus meningkat di masa mendatang. Kondisi ini sama halnya tengah terjadi di Indonesia. Di mana, Pusat Data Nasional Indonesia berhasil diretas oleh kelompok siber.
Adapun, lebih dari 200 instansi pemerintah dan swasta, temasuk sektor finansial dan imigrasi dibuat nyaris lumpuh.
Pakar Pertahanan Keamanan Siber Kevin Yehezkiel Gurning mengatakan, hingga kini belum bisa dipastikan berapa besar dampak peretasan ini kepada publik.
Baca juga: Ngeri! Negara Bisa Rugi Rp2,96 Miliar per Detik Akibat Serangan Siber
“Sampai saat ini masih belum ada data. Namun kurang lebihnya belajar dari behavior (perilaku), si ransomware ini mengunci dan menginfeksi data-data tersebut sehingga tidak bisa diakses oleh pengelola,” katanya dikutip VOA Indonesia, Selasa, 2 Juli 2024.
Adapun, Pakar Keamanan Siber AS Bob Chaput memperkirakan, serangan siber dan ransomware bakal terus meningkat di masa depan. Penulis dua buku mengenai keamanan siber itu menyebut tiga akar penyebab.
Pertama kata dia, ketidaktahuan akan risiko. Kedua, kegagalan para pimpinan atau eksekutif dan dewan direktur untuk terlibat dalam masalah ini, secara cepat dan bertanggung jawab.
Baca juga: Serangan Siber Makin Marak, Kaspersky Luncurkan Produk Baru Perkuat Keamanan Digital Bisnis
“Tidak ada pertanggung jawaban pada tingkat pimpinan mengenai masalah-masalah IT, mengangapnya sebagai hal yang tidak harus mereka khawatirkan,” jelasnya.
Ketiga, adanya pandangan bahkan pada organisasi yang memahami resiko mereka memandang serangan siber hanya sebagai pengalaman buruk,” jelasnya.
Mengutip data statista.com, berdasarkan laporan pada bulan Februari 2024, secara global ada 317,59 juta upaya serangan ransomware sepanjang tahun 2023, atau berarti meningkat 93 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Ia mengatakan, berdasarkan data rata-rata uang tebusan yang dibayar dari tahun 2022-2024, Amerika merupakan negara pembayar uang tebusan terbanyak pada ransomeware.
“Bisa jadi, karena besarnya dampak serangan itu terhadap layanan yang diberikan pada publik,” tambahnya.
Menurutnya, belajar dari pengalaman insiden ransomware di AS, pemerintah Indonesia memerlukan tindakan yang terkoordinasi.
“Bermitra bersama para pakar di bidangnya, yang di AS dikenal sebagai kemitraan publik dan swasta, untuk melakukan penilaian, menyelidiki kerugian dan memulihkan kembali layanan-layanan yang sangat dibutuhkan oleh penduduk Indonesia,” pungkasnya. (*)
Editor : Galih Pratama