Pengamat Beberkan Bobroknya Sistem Pendidikan di RI, Apa Saja?

Pengamat Beberkan Bobroknya Sistem Pendidikan di RI, Apa Saja?

Jakarta – Sistem pendidikan di Indonesia masih banyak kekurangan. Ini tercermin dari beberapa aspek yang bisa digunakan untuk mengukur seberapa berkualitas pendidikan di sebuah negara.

Sebagai contoh, menurut data World Population Review per 2024, warga Indonesia tercatat memiliki rata-rata IQ 78,49, paling rendah di antara negara-negara ASEAN. Skor PISA Indonesia, yakni untuk mengukur keterampilan membaca, berhitung, dan berpikir, tercatat hanya berada di angka 1.108. Lagi-lagi paling rendah ke-12 dari 80 negara yang masuk ke dalam survei Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2022.

Ini menunjukkan masih ada masalah yang harus diperbaiki di sektor pendidikan. Menurut Najelaa Shihab, Pendidik & Inisiator Jaringan Semua Murid Semua Guru (SMSG), ada sejumlah masalah pokok yang menimpa pendidikan di Indonesia.

Masalah pertama yang Najeela singgung adalah minimnya informasi mengenai komunitas dan organisasi yang bergerak di pendidikan. Padahal, mereka berperan penting untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

“Sebetulnya, banyak sekali komunitas dan organisasi pendidikan yang sebetulnya bekerja untuk menyediakan akses pendidikan setiap hari,” terang Najelaa dalam konferensi pers Belajaraya 2024 pada Rabu, 31 Juli 2024.

Baca juga: Dukung Dunia Pendidikan, Kredit Pintar Revitalisasi Gedung Sekolah di Yogyakarta

Keberadaan organisasi dan komunitas ini membantu anak-anak untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik. Tidak jarang juga mereka membina anak-anak jalanan, bahkan sampai menawarkan pelindungan hukum.

Tidak hanya itu, Najelaa juga mengeluhkan akses dan kualitas pendidikan yang belum merata. Ini berpotensi merugikan anak-anak yang sudah berhasil mendapat akses untuk mengenyam dunia pendidikan, karena tidak menerima hak yang seharusnya mereka peroleh.

“Lalu, masalah yang kedua ini tentang kualitas. Banyak cerita, anaknya sudah dapat akses, sudah sekolah, sudah dapat kesempatan belajar, tapi belum tentu yang mereka dapat adalah sekolah yang berkualitas,” kritik Najelaa

Najelaa sering menemukan cerita tentang adanya perbedaan kualitas, bahkan dalam satu sekolah yang sama. Bisa jadi, sebuah kelas bisa mendapat guru yang kompeten dan berkualitas, tetapi kelas lain justru diajar oleh guru yang tidak memiliki kualitas sebaik kelas lain.

Inilah, menurut Najelaa, alasan kenapa komunitas maupun organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, diperlukan oleh sekolah-sekolah. Kehadiran mereka dianggap mampu membantu menyelesaikan masalah-masalah di sekolah, sekaligus memperbaiki kualitas pendidikan di sana.

“Yang ketiga, ada isu pemerataan. Kalau dibandingkan dengan akses dan kualitas, yang paling ketinggalan itu isu pemerataan,” lanjut Najelaa.

Dibandingkan isu-isu di atas, pemerataan menjadi permasalahan yang perlu menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Najelaa menyayangkan, banyak orang-orang, baik itu guru, organisasi maupun komunitas, dan murid-murid yang semangat untuk berpendidikan, namun mereka terhalang infrastruktur yang belum merata.

Baca juga: Tak Bisa Dinego, Srikandi Ini Ungkap Pentingnya Pendidikan bagi Wanita

Menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia perlu kerja sama dari berbagai pihak dan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Pasalnya, masalah ini sudah merembet ke isu sosial, ekonomi, infrastruktur, dan sebagainya.

Najelaa berharap agar masyarakat dari berbagai golongan mau bahu-membahu menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia yang sudah terbilang gawat ini.

“Kalau kita berbicara pemerataan, akses, dan kualitas pendidikan, ada yang bisa diselesaikan oleh orang-orang pendidikan, tetapi banyak banget masalah lain yang sebetulnya bisa diselesaikannya sama orang-orang ekonomi, teknologi, sosiologi,” paparnya.

“Di jaringan SMSG, kita berusaha menggabungkan berbagai ahli dan berbagai profesi, untuk bisa melihat lensa pendidikan lebih jauh,” tutupnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

News Update

Top News