Jakarta – Diputuskannya Perry Warjiyo menjadi calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI) merupakan kandidat internal pertama sejak tahun 2003 silam, setelah Burhanuddin Abdullah yang juga pihak internal yang didapuk menjadi Gubernur BI kala itu. Dengan sederet pengalaman Internasional, akan memuluskan langkah Perry Warjiyo untuk melenggang menjadi Gubernur BI.
Berdasarkan Riset dari Mandiri Sekuritas, di Jakarta, Senin, 26 Februari 2018 menyebut, Perry memiliki karir panjang di BI, yakni sejak 1984 dengan fokusnya pada riset dan pengembangan kebijakan moneter. Dengan demikian, Perry dianggap pantas untuk menjadi Gubernur BI menggantikan Agus Martowardojo yang akan habis masa jabatnya. Perry dipercaya akan mampu menghadapi situasi moneter terkini.
Sebelum menjabat sebagai Deputi Gubernur, Perry adalah Asisten Gubernur Kebijakan Moneter, Makro Prudensial dan Internasional. Sebelumnya lagi, dia adalah Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter di BI. Oleh karena itu, Mandiri Sekuritas mempercayai Presiden Jokowi sudah mengkalkulasi dengan matang pencalonan Perry yang akan melewati proses di Parlemen.
Bisa jadi, Presiden juga sudah berkonsolidasi dengan DPR untuk memuluskan langkah Perry melenggang menjadi Gubernur BI. Melihat hal ini, Mandiri Sekuritas beranggapan, Perry tidak akan menemui kesulitan berarti untuk menjadi Gubernur BI. Hal ini terutama ketika menyangkut pembuatan kebijakan dengan melihat latar belakangnya di moneter.
Mandiri Sekuritas juga meyakini kebijakan BI ke depannya akan tetap independen karena berdasarkan keputusan bersama. Selain itu, kebijakan tersebut juga akan tetap berfokus pada stabilitas ekonomi. Perry juga diharapkan tidak hanya memelihara stabilitas perekonomian nasional, melainkan juga dapat mengeluarkan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca juga: Internal BI Irit Bicara Soal Calon Tunggal Gubernur BI
Di kesempatan terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah menambahkan, perlu bauran kebijakan moneter baru untuk mengakselerasi perekonomian nasional. Sebab, kata dia, bauran moneter BI dianggap belum cukup optimal untuk menggenjot ekonomi.
Dirinya melihat, bahwa pelonggaran kebijakan moneter melalui suku bunga maupun Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata belum cukup efektif menggenjot perekonomian. Bahkan menurutnya, pelonggaran tersebut hanya memberikan kontraksi bagi ekonomi. “Karena alasan stabilitas, BI melakukan kontraksi besaran yang menyebabkan ekonomi kita bergerak tidak optimal,” ujar Piter.
Kandidat Gubernur BI baru, kata dia, benar-benar harus pandai dalam persoalan moneter dan juga makroprudensial. Dia mengatakan, hal tersebut sudah tercermin dalam diri Perry Warjiyo yang dianggap sangat cakap untuk menjaga kondisi moneter dan makroprudensial sehingga Perry pantas untuk menjadi Gubernur BI pilihan Presiden Jokowi.
“Yang diperlukan sekarang itu orang yang kompeten dan mengerti moneter. Kalau pak Agus Marto (Gubernur BI) bukan orang moneter. Kalau pak Perry, itu internal BI yang memang latar belakangnya moneter,” ucapnya.
Kebijakan BI yang saat ini ditunggu-tunggu adalah bagaimana menyeimbangkan pertumbuhan serta stabilitas perekonomian nasional. Dengan demikian, maka akselerasi perekonomian nasional bisa menggeliat. “Kita cuma tumbuh 5 persen, sementara Vietnam dan negara kawasan tumbuh lebih tinggi. Dengan kondisi sekarang, kita butuh ekonomi tinggi dan stabil,” paparnya.
Perry Warjiyo memiliki banyak pengalaman Internasional yang di antaranya adalah, mewakili BI dan Indonesia dalam berbagai sidang internasional tingkat deputi seperti di IMF, Kelompok Negara G-20, ASEAN, ASEAN+3, Islamic Financial Service Board (IFSB) dan Islamic International Liquidity Management (IILM) sejak tahun 2013 hingga sekarang.
Kemudian pada 2007-2009, Perry juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif, South East Asia Voting Group (SEAVG), International Monetary Fund (IMF), Washington, DC, AS. Pada 1992-2006, Perry sebagai Adviser Gubernur BI dan Delegasi Indonesia pada berbagai pertemuan dan forum internasional, seperti IMF & World Bank, ADB, G20, EMEAP, BIS, APEC, Consultative Group on Indonesia (CGI).
Lalu pada tahun 1996, Perry pernah menjadi Economist (Special Appointee), Southeast Asia and Pacific (SEA) Department, International Monetary Fund (IMF), Washington DC. Selanjutnya pada 1988-1991 sempat menjadi Research assistant for Prof. Wallace Huffman, Economic Department, Iowa State University, Ames, Iowa, USA. (*)