Penerbitan Obligasi Korporasi Capai Rp94,9 T hingga September 2024, Ini Detailnya

Penerbitan Obligasi Korporasi Capai Rp94,9 T hingga September 2024, Ini Detailnya

Jakarta – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat total penerbitan surat utang (obligasi) korporasi secara nasional mencapai Rp94,9 triliun pada periode Januari-September 2024. Dari jumlah tersebut, Rp93,4 triliun berasal dari obligasi dan sukuk korporasi, sedangkan penerbitan obligasi jangka menengah (MTN) mencapai Rp1 triliun.

“Total penerbitan surat utang korporasi secara keseluruhan atau nasional itu sekitar Rp94,9 triliun,” ujar Kepala Divisi Pemeringkatan Non-Jasa Keuangan 1 Pefindo, Martin Pandiangan dalam konferensi pers Pefindo secara virtual, Kamis, 24 Oktober 2024.

Adapun nilai outstanding surat utang korporasi, lanjut Martin, per Januari-September berada di angka Rp474 triliun.

Baca juga: BNI Sekuritas Sebut Pasar Obligasi RI Masih Menarik di 2025, Ini Alasannya

Ia juga menyampaikan, sebagian besar tujuan pengunaan dana penerbitan surat utang korporasi sebagian besar adalah untuk modal kerja.

“Mayoritas dana dari penerbitan ini dialokasikan untuk keperluan modal kerja sebesar 65,4 persen, sementara refinancing 24,5 persen,” jelasnya.

Perbandingan dengan 2023

Martin Pandiangan Pefindo
Kepala Divisi Pemeringkatan Non-Jasa Keuangan 1 Pefindo, Martin Pandiangan dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 24 Oktober 2024. (Tangkapan layar: Yulian Saputra)

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, total penerbitan surat utang korporasi mengalami peningkatan dari Rp89,3 triliun pada 2023. Namun, penerbitan MTN mengalami penurunan dari Rp1,7 triliun pada tahun lalu menjadi Rp1 triliun.

Baca juga: Survei: 71 Persen Kelas Menengah Senang Belanja di Warung Madura

Kemudian untuk penerbitan efek utang lainnya yaitu perpetual dan Surat berharga Komersial (SBK) juga turun dari sebelumnya Rp800 miliar, kini menjadi Rp500 miliar.

Martin juga menambahkan, tren pelonggaran kebijakan moneter, termasuk penurunan suku bunga oleh bank sentral seperti Bank Indonesia (BI), menjadi salah satu katalis positif yang mendukung penurunan premi risiko surat utang. Hal ini, diharapkan, akan semakin mendorong pertumbuhan sektor korporasi di tengah pemulihan aktivitas sektor rill.

Meskipun demikian, pasar tetap berhati-hati dalam menyikapi situasi politik pasca-Pemilu, yang menjadi faktor lain yang mempengaruhi dinamika pasar keuangan Indonesia. “Pasar juga masih wait and see terkait kontestasi Pemilu yang telah berakhir,” pungkasnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News