Perbankan

Penerapan QRIS Antarnegara, Bagaimana Keamanan Sistem di Indonesia?

Jakarta – Perkembangan ekonomi digital telah mendorong transformasi sistem pembayaran. Bank Indonesia baru saja menerapkan QRIS Antarnegara yang saat ini mulai diterapkan di Thailand dan Singapura. Bahkan transaksi ini tetap mengandalkan mata uang rupiah di bawah payung currency settlement (LCS).

Teknologi QR Code Antarnegara ini memberikan segudang keunggulan dari efisiensi, kecepatan, hingga kemudahan dalam penggunaannya. Dengan demikian, nasabah perbankan maupun fintech payment cukup membawa ponsel pintarnya saat melancong ke luar negeri.

Selama terhubung dengan jaringan internet, nasabah tinggal memindai QR merchant. Dalam hitungan sepersekian detik, transaksi pun sukses. Namun demikian, isu keamanan masih membayangi penggunaan QRIS Antarnegara, karena teknologi selalu saja dibayangi ancaman siber dari pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pakar Keamanan Siber sekaligus Kepala Lembaga Riset Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan, penerapan QRIS Antarnegara menjadi langkah maju bagi sistem pembayaran tanah air yang akan semakin dipakai secara luas di Asia Tenggara. Namun, isu kemananan tidak akan pernah hilang dalam penggunaan teknologi.

“Karena itu perlu langkah preventif dari dua sisi, yaitu edukasi pada nasabah dan perbankan,” ujar Pratama kepada Infobank seperti dikutip Kamis, 1 September 2022.

Sementara dari sisi nasabah, mereka harus secara berkala diinformasikan bagaimana bertransaksi menggunakan QRIS yang aman. “Berikan informasi berbagai bentuk kasus penipuan menggunakan teknologi serupa yang sudah terjadi di tanah air dan luar negeri. Ini penting sebagai upaya menanggulangi fraud dalam jumlah besar dan terjadi terus menerus,” jelas Pratama.

Baca juga: Ada QRIS Antarnegara, Turis Tak Perlu Bawa Uang Tunai Lagi

Kemudian, dari sisi perbankan, diharuskan adanya pengawasan yang optimal. Mulai dari pengawasan pada lalu lintas transaksi sampai pada sistemnya. Untuk itu, perbankan harus punya sistem AI (Artifical Intelligence) yang bisa membaca bila ada transaksi mencurigakan.

“Contoh transaksi mencurigakan misalnya ada dua transaksi dari rekening yang sama menggunakan QRIS, pertama di Indonesia dan kedua di negara lain. Artinya ada kemungkinan besar terjadinya kejahatan. Seperti ini harus dideteksi dengan sistem tidak bisa dengan manual oleh manusia,” pungkasnya. (*) Irawati

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Siap-Siap! Transaksi E-Money dan E-Wallet Terkena PPN 12 Persen, Begini Hitungannya

Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More

2 hours ago

Kemenkraf Proyeksi Tiga Tren Ekonomi Kreatif 2025, Apa Saja?

Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More

2 hours ago

Netflix, Pulsa hingga Tiket Pesawat Bakal Kena PPN 12 Persen, Kecuali Tiket Konser

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More

3 hours ago

Paus Fransiskus Kembali Kecam Serangan Israel di Gaza

Jakarta -  Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More

3 hours ago

IHSG Dibuka Menguat Hampir 1 Persen, Balik Lagi ke Level 7.000

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More

4 hours ago

Memasuki Pekan Natal, Rupiah Berpotensi Menguat Meski Tertekan Kebijakan Kenaikan PPN

Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

4 hours ago